Ramadhan 2019
Benarkah Tidur Jadi Amalan Bulan Ramadhan Datangkan Pahala bagi yang Puasa? Ini Penjelasan Tepatnya
Salah satu keistimewaan yang didapat selama bulan Ramadhan 1440 H adalah pahala bagi tidurnya orang yang berpuasa.
Penulis: Salma Fenty Irlanda
Editor: Melia Istighfaroh
TRIBUNSTYLE.COM - Benarkah tidurnya orang yang berpuasa di bulan Ramadhan itu berpahala?
Puasa Ramadhan 1440 H mulai dilaksanakan Senin (6/5/2019), banyak keutamaan dan keistimewaan yang didapat dengan menunaikan ibadah puasa.
Salah satu keistimewaan yang didapat selama bulan Ramadhan 1440 H adalah pahala bagi tidurnya orang yang berpuasa.
Ketika bulan Ramadhan tiba, Allah SWT melimpahkan banyak pahala bahkan melalui tidur hambaNya.
• Kumpulan Ayat Alquran Puasa Ramadhan 2019 Surat Al-Baqarah Lengkap, Cocok untuk Kultum Salat Tarawih
• Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Ramadhan 1440 H / 2019, Anjuran Rasulullah SAW Tambah Pahala Puasa
• Urutan Bacaan Doa Buka Puasa Ramadhan 1440 H/ 2019 yang Benar Sesuai Anjuran Rasulullah SAW
Tidur disebut sebagai salah satu ibadah ketika bulan Ramadhan.
Tapi, seiring dengan keistimewaan tersebut, banyak orang yang salah kaprah da akhirnya memilih bermalas-malasan di bulan Ramadhan.
Bahkan, lebih memilih tidur dari pada melakukan amalan ibadah lainnya.

Berikut penjelasan yang tepat dari tidur mendatangkan pahala di bulan Ramadhan, dikutip TribunStyle.com dari rumaysho.com, Senin (6/5/2019).
Hadits yang dimaksudkan,
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”
Perowi hadits ini adalah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437.
Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah perowi yang dho’if (lemah).
Juga dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.
Dalam riwayat lain, perowinya adalah ‘Abdullah bin ‘Amr.

Haditsnya dibawakan oleh Al ‘Iroqi dalam Takhrijul Ihya’ (1/310) dengan sanad hadits yang dho’if (lemah).