TRIBUNSTYLE.COM - Program pembebasan bersyarat demi memutuskan rantai penyebaran virus corona ternyata tidak menjadi kabar baik untuk semua tahanan di penjara.
Seorang napi di Samarinda memilih menolak saat hendak dibebaskan demi mencegah penyebaran virus corona di penjara.
Warga binaan lapas kelas 2 A Samarinda ini mengaku memilih tetap berada di balik jeruji besi ketimbang hidup bebas di masyarakat.
Pria bernama Ambo ini mengatakan telah nyaman hidup di penjara.
Namun keputusannya menolak program bebas bersyarat itu ternyata memiliki sebuah alasan yang menyentuh hati.
Ambo diketahui sudah menjalani 2,5 tahun masa pidananya dari vonis 4,5 tahun.
• Waspadai Penyebaran Corona, Saipul Jamil Tak Bebas Bersyarat Seperti Roro Fitria, Ini Alasannya
• Diberi Bantuan Beras 10 kg Saat Darurat Corona, Warga Agam Kompak Kembalikan, Ternyata Ini Alasannya
Kini bukannya gembira lantaran akan dibebaskan, Ambo justru menolak mentah-mentah tawaran itu.
Rupanya pria 43 tahun ini mengaku bingung jika harus bebas dari penjara.
Di luar jeruji besi, dirinya ternyata sudah tidak memiliki keluarga di Samarinda.
Bukan hanya tak ada yang menyambut kepulangannya.
Namun tak ada pula orang yang bisa ia temui setelah keluar dari penjara.
Ambo bercerita jika kedua orangtuanya kini telah tiada.
"Ya, bisa saya keluar tidak tahu mau kemana, orang tua sudah meninggal," ujarnya seperti dikutip dari tribunnews.com (11/4/2020).
• MERUSAK Paru-paru, Benarkah Virus Corona Bisa Bisa Kambuh Lagi pada Pasien Sembuh? Lihat Faktanya
Di lapas dirinya bisa bersosialisasi dan memiliki banyak teman yang sudah dianggapnya seperti keluarga.
Berbagai kegiatan positif di dalam rutan pun membuatnya semakin nyaman.
"Sudah seperti rumah sendiri dan banyak kegiatannya, seperti olahraga, bantu-bantu angkat makanan dari teman yang dibesuk," ungkapnya.
Ambo mengungkapkan jika selama dirinya tinggal di penjara tak pernah ada orang yang menjenguk.
Sementara itu sang istri sudah meninggalkannya sejak dua bulan pasca dirinya masuk penjara.
"Kalau saya selama di sini, biar sekali tidak ada yang jenguk, kalau istri sudah diambil orang, setelah saya masuk dua bulan dia minta cerai, karena gak tahan," lanjutnya.
Ambo adalah satu dari empat warga binaan rutan Samarinda yang menolak untuk diberikan asimilasi.
Sementara itu dilansir dari tribunnews.com (11/4/2020) sebanyak 137 orang napi telah menerima pembebasan.
Dikutip dari Tribun Kaltim.co, Rumah Tahanan (Rutan) Klas II A Samarinda yang terletak di Jalan Wahid Hasyim II Samarinda Utara, telah memberikan asimilasi atau bebas bersyarat kepada 141 warga binaan, namun empat diantaranya menolak, sehingga hanya 137 yang menerima hal tersebut.
Salah satu warga binaan bernama Ambo (43) yang mendekam terkait kasus narkoba, dengan vonis 4,5 tahun dan telah menjalani masa tahanannya 2,5 tahun, menolak diberikan asimilasi tersebut, karena saat ini dirinya tak memiliki keluarga di Samarinda.
"Ya, bisa saya keluar tidak tahu mau kemana, orang tua sudah meninggal," ucapnya saat ditemui di Rutan Klas II A Samarinda.
Selain itu, dirinya juga mengatakan sudah betah tinggal di Rutan, karena telah banyak memiliki teman dan banyak hal positif yang bisa dilakukannnya di dalam Rutan.
• 5 Kebijakan Presiden Jokowi Selamatkan Nasib Karyawan Korban PHK Karena Wabah Virus Corona
"Sudah seperti rumah sendiri dan banyak kegiatannya, seperti olahraga, bantu-bantu angkat makanan dari teman yang dibesuk," ungkapnya.
"Kalau saya selama di sini, biar sekali tidak ada yang jenguk, kalau istri sudah diambil orang, setelah saya masuk dua bulan dia minta cerai, karena gak tahan," sambungnya.
Waktu itu dirinya merantau bersama dengan sang istri ke Kota Tepian dan berdagang ikan di Pasar Segiri.
"Iya, saya pakai narkoba karena lingkungannya seperti itu, jadi ditawarin teman," jelasnya.
"Tetapi, dengan adanya asimilasi ini juga di blok berkurang, yang awalnya 40 orang jadi 33 orang, makanya agak luas sedikit," pungkasnya.
Sementara, Kepala Rutan Klas II A Samarinda, Taufik Hidayat mengatakan, sebenarnya ada 141 yang mendapatkan asimilasi tersebut, tetapi empat warga binaan menolak, karena alasan tak memiliki keluarga di Samarinda.
"Jadi, hanya 137 warga binaan yang ambil asimilasinya," ucapnya saat ditemui di Rutan Sabtu (11/4/2020) dikutip dari tribunkaltim.co.
Tetapi, lanjut dia tak menutup kemungkinan keempat orang ini bisa kembali diusulkan, dengan hak integritas.
"Dan nantinya kami akan mencari siapa yang akan menjamin mereka," tandasnya.
Dikutip dari Kompas.com Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan mengeluarkan dan membebaskan sekira 30.000 narapidana dan anak-anak dari tahanan dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona atau penyakit Covid-19.
Ketentuan itu diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Dalam kepmen tersebut, dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus Corona.
"Pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi adalah upaya pencegahan dan penyelamatan narapidana dan Anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara dari penyebaran Covid-19," bunyi diktum pertama Keputusan Menkumham tersebut.
Sebagian artikel ini sudah tayang di Sripoku.com dengan judul Napi Ini Tolak Bebas dan Ngaku Betah di Penjara, Ternyata Ini Alasannya tak Mau Keluar Lapas, Sedih!