TRIBUNSTYLE.COM - Beberapa lembaga penelitian maupun ilmuwan di Indonesia telah merilis hasil penelitian terkait prediksi titik puncak penyebaran kasus Covid-19.
Jika diurutkan sesuai tanggal penerbitan, hasil penelitian tersebut antara lain:
1. Badan Inteligen Nasional (BIN) tanggal 3 Maret 2020
Dalam paparannya, Mayjen TNI Afini Boer mengatakan pihaknya memperkirakan puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia akan terjadi sekitar 60-80 hari sejak pengumuman kasus positif 2 Maret lalu, atau sekitar tanggal 2-22 Mei 2020.
2. Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) Institut Teknologi Bandung (ITB) tanggal 19 Maret 2020, diperbarui tanggal 23 Maret 2020
Para peneliti ITB memaparkan prakiraan puncak penyebaran Covid-19 di Tanah Air dialami pada akhir Mei atau awal Juni 2020.
3. Dr Joko Hariyono, ST, M.Eng, Ilmuwan Pengenalan Pola dari Pemda DIY tanggal 24 Maret 2020
Hasil penelitian berdasarkan data harian kasus Covid-19 di Indonesia per 21 Maret 2020 menghasilkan estimasi periode waktu puncak terjadi antara 70 sampai 100 hari, atau kisaran tanggal 12 Mei-12 Juni 2020.
Periode kritis muncul pada rentang 40-60 hari. Sementara estimasi waktu pemulihan nasional diperkirakan selama 120-150 hari dari kasus pertama ditemukan.
• Seberapa Efektif Masker Kain? Ini Cara Menggunakannya untuk Tangkal Virus Corona
• Badan Demam dan Takut Kena Corona? Ini Tanda-tanda Kamu Wajib Rapid Test Covid-19
4. Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) tanggal 27 Maret 2020
Hasil prediksi dari para peneliti menunjukkan bahwa jumlah kasus bervariasi antara 500.000 hingga 2.500.000 kasus dengan mempertimbangkan tingkat intervensi pemerintah.
Prediksi tersebut diasumsikan terjadi pada hari ke-77, tepatnya pada pertengahan Mei 2020, di mana tim menggunakan patokan hari ke-1 pada pekan pertama Februari 2020.
5. Dr Susanto Sastraredja, ilmuwan matematika dan dosen Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) UNS tanggal 28 Maret 2020
Peneliti memprediksi puncak infeksi Covid-19 terjadi pada pertengahan Mei 2020. Namun, akhir dari pandemi ini tergantung dari kebijakan yang diambil pemerintah.
6. Prof Dr.rer.nat. Dedi Rosadi, S.Si, M.Sc (Guru Besar bidang statistika di UGM, penanggung jawab); Drs Heribetus Joko Kristadi, M.Si (alumni FMIPA UGM), dan Dr Fidelis I Diponegoro, S.Si. M.M (pengarang Worry Marketing, alumni PPRA Lemhanas RI) tanggal 30 Maret 2020.
Penelitian ini memperkirakan penambahan maksimum total penderita per hari adalah sekitar minggu kedua April 2020 (antara 7-11 April) dengan penambahan sekitar 185 pasien/ hari dan diperkirakan akan terus menurun setelahnya.
Berdasarkan data, diperkirakan pandemi akan berakhir sekitar 100 hari setelah 2 Maret 2020 yakni sekitar tanggal 29 Mei 2020. Maksimum total penderita Covid-19 positif adalah sekitar 6.174 kasus.
Meski penelitian-penelitian tersebut menggunakan pemodelan atau metode yang berbeda, namun sumber data yang digunakan mayoritas adalah sama. Yaitu, data penambahan harian jumlah kasus penyebaran Covid-19 yang di-update harian oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dr Joko Hariyono, ST, M.Eng dalam tulisannya menyebutkan bahwa berdasarkan kurva eksponensial yang diperoleh dari enam penelitian tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan.
“Pertama, periode titik puncak mayoritas penelitian memprediksi terjadi di kisaran bulan Mei 2020. Di mana pada periode ini, pertambahan jumlah kasus harian sudah mulai melambat,” tulisnya.
Kedua, periode kritis diprediksi terjadi pada minggu kedua April hingga awal Mei 2020, di mana tingkat pertambahan harian akan meningkat cukup tajam.
“Ketiga, periode pemulihan diprediksi paling cepat akan terjadi pada 110 hari hingga 150 hari,” tambah ia.
(kompas.com / Sri Anindiati Nursastri)
Dampak Mengerikan Lockdown, Itu Sebabnya Presiden Jokowi Menolak Mentah-mentah
Di sisi lain, presiden Joko Widodo belum mengambil kebijakan lockdown di tengah semakin meningkatnya jumlah pasien virus corona.
Rupanya Presiden Jokowi sudah memikirkan masak-masak dampak serius bila lockdown benar-benar diterapkan.
Begitulah. Akhirnya Presiden Jokowi blak-blakan pilih Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) ketimbang lockdown atasi Virus Corona alias covid-19 di Indonesia.
Desakan terhadap Presiden Jokowi untuk memberlakukan lockdown di Indonesia demi mencegah penyebaran Virus Corona sempat mencuat beberapa waktu lalu.
Namun akhirnya Presiden Jokowi bersikap tak memilih lockdown, melainkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).
Kini Presiden Jokowi akhirnya blak-blakan soal alasan tak memilih lockdown sebagai upaya mencegah penyebaran Virus Corona.
Menurut Jokowi, lockdown tak menjadi pilihan karena akan mengganggu perekonomian.
• POPULER Kembali Buka Setelah Lockdown Corona, Pasar Wuhan Jual Daging Kelelawar Lagi, Tak Kapok?
• Video Hari Pertama Pembatasan Akses Sejumlah Titik Jalan di Kota Tegal, Bukan Lockdown
Hal itu disampaikan Jokowi usai meninjau pembangunan rumah sakit darurat covid-19 di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (1/4/2020) kemarin.
" Lockdown itu apa sih? Orang enggak boleh keluar rumah, transprotasi harus semua berhenti baik itu bus, kendaraan pribadi, sepeda mobil, kereta api, pesawat berhenti semuanya.
Kegiatan-kegiatan kantor semua dihentikan. Kan kita tidak mengambil jalan yang itu," kata Jokowi melansir Kompas.com.
"Kita ingin tetap aktivitas ekonomi ada, tapi masyarakat kita semua harus jaga jarak aman, social distancing, physical distancing itu yang paling penting," sambungnya.
Itu sebabnya Presiden Jokowi lebih memilih PSBB ketimbang lockdown.
Dengan skema PSBB ini, aktivitas perekonomian tetap berjalan, namun tetap ada sejumlah pembatasan demi mencegah penyebaran covid-19.
Misalnya penerapan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah di daerah yang rawan.
Masyarakat yang terpaksa keluar rumah juga diingatkan untuk displin menjaga jarak satu sama lain.
Selain itu masyarakat juga diingatkan untuk selalu menjaga kebersihan.
"Jadi kalau kita semua disiplin melakukan itu, jaga jarak aman, cuci tangan tiap habis kegiatan, jangan pegang hidung mulut atau mata, kurangi itu, kunci tangan kita, sehingga penularannya betul-betul bisa dicegah," ucap Jokowi.
Catatan Kompas.com, ini adalah pertama kalinya Presiden Jokowi buka-bukaan soal alasan dirinya enggan menerapkan lockdown atau karantina wilayah.
Sebelumnya, dalam sejumlah kesempatan Jokowi juga sempat menegaskan bahwa pemerintah tak akan mengambil jalan lockdown.
Namun, Jokowi tak pernah mengungkapkan alasan yang gamblang atas pilihannya itu.
Misalnya pada jumpa pers di Istana Bogor, Senin (16/3/2020), Jokowi menegaskan bahwa kebijakan lockdown hanya boleh diambil oleh pemerintah pusat.
Ia melarang Pemda mengambil kebijakan itu.
"Kebijakan lockdown baik di tingkat nasional dan tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat.
Kebijakan ini tak boleh diambil oleh Pemda. Dan tak ada kita berpikiran untuk kebijakan lockdown," kata Jokowi tanpa merinci lebih jauh alasan melarang lockdown.
Selanjutnya, saat rapat dengan gubernur seluruh Indonesia lewat video conference, Selasa (24/3/2020), Jokowi juga kembali menyinggung soal lockdown.
Presiden Jokowi menyebut, ia kerap mendapat pertanyaan kenapa tak melakukan lockdown seperti negara-negara lain.
Lagi-lagi Jokowi tak mengungkap alasan yang gamblang.
Ia hanya menegaskan, setiap negara memiliki karakter dan budaya yang berbeda-beda.
"Perlu saya sampaikan bahwa setiap negara memiliki karakter yang berbeda-beda, memiliki budaya yang berbeda, memiliki kedisiplinan yang berbeda-beda.
Oleh karena itu kita tidak memilih jalan itu (lockdown)," kata Jokowi.
Terbitkan PP PSBB
Presiden Jokowi menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).
Skema PSBB ini juga sebenarnya diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.
Bedanya, pembatasan dengan skema PSBB tidak seketat karantina wilayah.
Pemerintah juga tidak harus menanggung kebutuhan hidup warga selama PSBB diberlakukan.
Dengan terbitnya PP PSBB ini, Presiden Jokowi pun meminta kepala daerah untuk satu visi menangani pandemi Virus Corona.
Sebab, sudah ada payung hukum yang jelas bagi pemerintah daerah untuk bertindak.
"Jangan membuat acara sendiri-sendiri sehingga kita dalam pemerintahan juga berada dalam satu garis visi yang sama," kata Jokowi.
Dengan PP yang baru diteken ini, setiap kepala daerah bisa melakukan penerapan PSBB jika menganggap daerahnya sudah rawan penyebaran covid-19.
Namun, PSBB tersebut tetap harus diusulkan dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan.
Jokowi juga kembali menekankan, dengan terbitnya aturan ini, Pemda dilarang melakukan lockdown atau karantina wilayah.
"Bahwa ada pembatasan sosial, pembatasan lalu lintas itu pembatasan wajar karena pemerintah daerah ingin mengontrol daerahnya masing-masing.
Tapi sekali lagi, tidak dalam keputusan besar misalnya karantina wilayah dalam cakupan gede, atau (istilah) yang sering dipakai lockdown," kata dia.
(kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bulan Ini, Indonesia Masuki Fase Kritis Corona"
• Amankah Memakai Masker Kain untuk Mencegah Tertular Virus Corona? Ternyata Begini Penjelasan Ahli
• Videonya Ingatkan Bahaya Corona Viral, Bintang Emon Jadi Sorotan Media Luar Negeri