Viral Hari Ini

Istri Meninggal Dunia, Pria Ini Terpaksa Bawa Putrinya yang Lumpuh untuk Keliling Berjualan Roti

Editor: Monalisa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tarmuji bersama putri bungsunya yang lumpuh berkeliling berjualan roti

TRIBUNSTYLE.COM - Perjuangan seorang ayah sekaligus ibu diemban oleh Tarmuji (52), warga Desa Tegaldowo, Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Penjual roti keliling ini menjajakan barang dagangan bersama anaknya, Fitri Agustina (6,5), dengan menggunakan sepeda motor.

Apa yang dilakukan Tarmuji bukan tanpa sebab. Fitri digendongnya saat di rumah tidak ada yang mengurus.

Kakak Fitri, Tika Novianti, belajar di sekolah menengah. Rumah dalam keadaan sepi sehingga Tarmuji membawa Fitri ketika berjualan.

Viral Kisah Pilu Curhatan Istri: Wanita Dianggap Adik Sendiri Ini Justru Main Hati dengan Suaminya

Viral Kondektur Kereta Api Bandara Solo, Wajahnya Disebut Mirip Sandiaga Uno dan Siwon Suju

Fitri sudah 6,5 tahun mengidap lumpuh layuh, tetapi ia tetap bisa berjalan dengan keadaan lemas.

"Kalau jualan saya gendong di depan motor keliling kabupaten, bahkan Kota Pekalongan, seperti di Pasar Batik Setono," kata Tarmuji di rumahnya, Jumat (10/1/2020).

Tarmuji bercerita, ia berjualan dari pagi hingga menjelang maghrib.

Pada pukul 11.00 WIB, ia biasanya beristirahat pulang ke rumah menyuapi anaknya makan dan membawakannya juga untuk sang kakak.

Tarmuji dan anaknya warda Desa Tegaldowo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah saat hendak berjualan roti keliling. ((Kompas.com/Ari Himawan))

"Habis ashar biasanya berangkat lagi sampai maghrib," tambah dia.

Bapak berperawakan kurus ini mengaku kerepotan semenjak istrinya Sitiyah meninggal dunia pada Agustus 2019.

Namun, demi menghidupi keluarganya, Tarmuji mengaku rela berkorban, termasuk membawa anaknya ikut berjualan keliling.

"Banyak yang baik hati, ngasih anak saya jajan maupun makanan kalau berjualan. Di musim hujan sekarang paling sedih saya karena anak kehujanan kalau ikut berjualan keliling," ujar Tarmuji.

Di dalam rumahnya yang juga menjadi korban air pasang laut (rob), Tarmuji mengaku dapat upah 16 persen dari hasil penjualan rotinya.

Anak 2 Tahun Meninggal Ditembak Perampok di Mall, Status Kesedihan Ibunya di Facebook Viral

Viral - Waspadai Akun Media Sosial Anda Diretas Berantai, Modus Minta Kode Verifikasi & Rekening

Sehari, ia dapat upah dari berjualan roti dari kisaran Rp 20.000-Rp 60.000 tergantung penjualan.

Ia mengumpulkan upah tersebut untuk membiayai anaknya sekolah hingga ingin meninggikan rumahnya yang terendam air rob.

"Alhamdulillah sudah diberi pasir dan batu lantainya, tapi atap rumah belum ditinggikan. Jadi kalau beraktivitas, harus menunduk terus," lanjut Tarmuji bercerita.

Kepala Seksi Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Desa Wangandowo, Kuntari, menjelaskan, pihaknya sudah memberikan sejumlah bantuan untuk keluarga Tarmuji.

"Memang benar Pak Tarmuji anaknya ikut berjualan karena di rumah tidak ada yang menjaga. Kami pihak desa terus berupaya agar keluarga tersebut mendapat bantuan dari pemerintah," ujarnya. (Kompas.com/Ari Himawan Sarono) 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Tarmuji, Berjualan Roti Keliling Sambil Gendong Putrinya yang Lumpuh Layuh"

Penjual opak (Tribunnews.com)

Viral Kisah Penjual Opak di Condet, Sempat Punya Pabrik dan Kue Sarang Burung Pertama, Kini Bangkrut

TRIBUNSTYLE.COM - Viral lika-liku perjalanan hidup sepasang suami istri merintis usaha dari nol hingga jaya lalu bangkrut.

Pasangan suami istri ini sempat sukses hingga memiliki pabrik dan karyawan.

Namun sayang, karena persaingan dagang, usaha itu harus bangkrut dan kini berjualan opak di depan toko parfum.

Sempat miliki pabrik kue, Inih (70) jalani masa tua dengan berjualan opak di depan Evi Parfum, Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Di usianya yang senja, ingatan Inih tentang masa mudanya masih sangat jelas.

Inih, penjual opak, makaroni dan emping di Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur bersama anaknya Yani, Selasa (7/1/2020) (TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA)

• Buat Aksi Tak Wajar Demi Galang Dana Kebakaran Hutan di Australia, Model Kaylen Ward Viral

• Viral Seorang Ibu Tega Aniaya Bayinya Sendiri Hingga Tewas, Depresi Gara-gara Ngompol Dikasur

Pendengaran yang menurun akibat faktor usia tak mempengaruhi daya ingatnya sama sekali.

Raut wajah ceria dan serius, Inih mulai menceritakan kehidupannya sewaktu muda hingga ke-4 anaknya sudah menikah dan ia memiliki cucu.

Dijelaskannya, Inih sudah merantau ke Jakarta sejak tahun 1960-an.

Kehidupan di Cirebon yang serba pas-pas dan bekerja sebagai penjual kue yang dibuat oleh orang tuanya tak lagi ia lanjutkan usai menikah dengan almarhum suaminya, Sarim.

"Sampai di Jakarta saya jualan bareng kakak di Tanah Abang. Saat itu yang saya jual ialah beraneka ragam kue kering," katanya saat ditemui di Kampung Kramat RT 5/15, Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (7/1/2020).

Sembari mengumpulkan uang untuk modal, akhirnya Inih berjualan kue kering selama bertahun-tahun.

Selanjutnya, di tahun 1968, Inih dan sang suami memberanikan diri membuka usaha sendiri.

"Kalau di daerah saya namanya Kremes. Tapi di sini bilangnya kue sarang burung. Dari ubi yang diparut halus, saya jualan itu. Dulu harga perkilo ubinya masih Rp 25," sambungnya.

Menurut satu diantara anak Inih yang bernama Ahmad Yani, saat itu usaha ibunya tak memiliki saingan.

Sampai akhirnya pemasaran kue sarang burung mencapai era kejayaannya di tahun 1970.

"Awalnya usaha rumahan, tapi akhirnya jadi pabrik dan miliki belasan karyawan," jelas lelaki yang akrab disapa Yani.

"Ibu saya yang pertama kali kenalkan kue sarang burung di kawasan Kramat Jati. Makanya miliki banyak pelanggan saat itu," ujarnya.

"Dulu tuh penghasilan Rp 2 ribu perhari besar banget. Nah sekira segitu penghasilan orang tua saya saat itu," tambahnya.

Lambat laun, banyak saudara dan kerabat yang belajar membuat kue sarang burung seperti Inih.

Akhirnya tepat di tahun 1978, usaha yang dirintis Inih dari nol ini bangkrut akibat persaingan dagang yang tinggi.

"Istilahnya ada yang jatuhin harga jual. Akhirnya 2 rumah yang dibeli oleh ibu selama punya pabrik di kontrakin dan kita semua balik ke kampung," ungkap Yani.

Selama 1978-1990, Inih beserta keluarganya menjalani hidup dengan berjualan kue kering serta serabi.

Keahlian Inih yang pandai membuat kue selalu menjadi berkah bagi keluarganya.

Melalui jemarinya, keluarganya bisa bertahan hidup dari hasil kue-kue buatannya.

Kembali ke Jakarta

Selama 12 tahun di Cirebon, keadaan ekonomi keluarga Inih mulai stabil.

Akhirnya di tahun 1991, Inih beserta keluarganya kembali lagi ke Jakarta dan mencoba peruntungan dengan menjual berbagai macam kue kering.

"Saya mulai jualan lagi. Di awali kue sarang burung tadi. Baru jualan yang lainnya," kata Inih.

Meski tak mengingat penghasilannya kala itu, Inih mengatakan pendapatannya kala itu cukup lumayan dan dapat menyekolahkan anak-anaknya.

Sampai puncak kegagalannya kembali terjadi ketika tahun 1998.

"Pas krismon itu harga-harga mulai melambung. Akhirnya usaha saya kembali bangkrut lagi," lanjutnya.

Dua kali diterpa kegagalan yang menyakitkan, Inih mengatakan tetap gigih dan tak ingin menyerah hingga saat ini.

Selepas krismon, Inih bersama sang suami keliling berjualan kue kering dengan sepeda ontel miliknya.

Namun, tepat 3 tahun lalu, Inih tak lagi berkeliling menaiki sepeda ontel.

Sarim yang meninggal akibat angin duduk membuat Inih harus melanjutkan hidup sendiri.

Kendati demikian, Inih tak ingin mengandalkan uang dari anak-anaknya.

Meskipun kerap di larang, akhirnya Inih berjualan opak, makaroni dan emping yang dibungkusnya seharga Rp 10 ribu di depan Evi Parfum.

"Biar sudah tua, saya enggak mau ngandelin anak. Biar suami enggak ada, saya juga pengin punya uang sendiri," kata Inih

Alhamdulillah pemilik toko parfum, Ismail itu kasih saya tempat buat jualan. Jadi sampai sekarang saya jualan di situ," tandasnya. (TribunJakarta.com/Nur Indah Farrah Audina).

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Kisah Inih, Penjual Opak di Condet: Sempat Miliki Pabrik dan Kenalkan Kue Sarang Burung Pertama,