Gerhana Bulan Akan Sapa Warga Indonesia pada Sabtu, 11 Januari 2020, Simak Info Lengkapnya di Sini

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gerhana Bulan

TRIBUNSTYLE.COM - Pada awal tahun 2020, gerhana bulan akan menyapa Indonesia lagi.

Gerhana bulan yang akan menyapa warga Indonesia kali ini adalah gerhana bulan penumbra.

Dijadwalkan gerhana bulan penumbra ini akan terjadi pada Sabtu, 11 Januari 2020 dini hari.

Dilansir dari Kompas.com, Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa LAPAn Dr. E. Sungging, M.Si membenarkan informasi tersebut.

"Iya, benar. Gerhana bulan penumbra melewati Indonesia pada 11 Januari 2020," jawab Sungging.

Gerhana bulan penumbra ini merupakan gerhana bulan pertama pada awal tahun 2020 yang akan melewati Indonesia.

Ilustrasi Gerhana Bulan (thejakartapost.com)

Dilansir dari laman Bidang Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gerhana bulan merupakan peristiwa dimana cahaya Matahari terhalangi oleh Bumi.

Hal ini yang menyebabkan Bulan menjadi tidak tersinari sempurna oleh cahaya Matahari.

Peristiwa ini biasa kita sebut sebagai gerhana bulan.

Sedangkan gerhana bulan penumbra merupakan peristiwa ketika bulan masuk dalam bayang-bayang penumbra Bumi.

Kondisi ini akan mengakibatkan Bulan masih dapat terlihat dengan cahaya yang redup.

Peristiwa ini dapat terjadi karena pergerakan Matahari, Bumi dan Bulan yang dinamis.

Waktu Melaksanakan Salat Gerhana Bulan Lengkap dengan Bacaan Niat, Tata Cara & Hukumnya

Fenomena ini dapat terjadi hanya pada saat fase purnama dan dapat diprediksi sebelumnya.

"Gerhana bulan penumbra (GBP) pada 11 Januari 2020 hanya menyebabkan keredupan yang sangat tipis," ungkap Sungging.

Menurut Sungging, gerhana ini tidak dapat dibedakan dari bulan purnama biasa.

Sebab, hanya bayangan semu yang menutupi piringan bulan.

Ilustrasi Gerhana Bulan (setkab.go.id)

Gerhana bulan penumbra ini dapat diamati dari seluruh wilayah Indonesia.

"Fenomena ini dapat diamati dari seluruh Indonesia, utamanya bagian barat," tutur Sungging.

Gerhana bulan penumbra ini mulai dapat diamati pada 11 Januari 2020 pukul 00.07 WIB.

Kemudian, puncak gerhana bulan penumbra ini akan dapat diamati pada pukul 02.10 WIB.

Dilansir dari Kompas.com, gerhana bulan penumbra ini akan berakhir pada pukul 04.12 WIB.

Berbeda dengan gerhana matahari total, gerhana bulan ini dapat diamati langsung oleh mata telanjang.

Mengamati secara langsung gerhana bulan ini tidak menimbulkan sebuah kekhawatiran.

Gerhana bulan ini dapat terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi.

Hal ini terjadi ketika posisi Matahari, Bumi dan Bulan lurus sejajar.

Alhasil, cahaya Matahari tidak dapat mencapai Bulan karena terhalangi oleh Bumi.

Kebanyakan peristiwa gerhana bulan ini masih dapat terlihat.

Hal ini dikarenakan masih adanya sinar Matahari yang berbelok ke arah bulan oleh atmosfer Bumi.

Cahaya yang berbelok ini kebanyakan memiliki spektrum cahaya berwarna merah.

Jenis Gerhana Bulan (yakimaheraldphotos.com)

Itulah yang menyebabkan gerhana bulan tampak gelap dan berwarna merah tembaga, jingg, ataupun cokelat.

Gerhana bulan ini dapat diamati dengan mata telanjang dan tidak berbahaya sama sekali.

Gerhana bulan ini memiliki tiga jenis, yakni:

1. Gerhana bulan total

Gerhana bulan total negatif dan positif

Gerhana bulan negatif ini biasa terjadi pada daerah NTT dan menyebabkan bulan berwarna merah namun tidak merata.

Sedangkan gerhana bulan positif terjadi ktika bulanmelalui titik pusat daerah umbra dan menyebabkan bulan menjadi berwarna merah merata.

2. Gerhana bulan sebagian

Bumi tidak seluruhnya menutupi cahaya Matahari yang menyinari Bulan.

3. Gerhana bulan penumbra

Seluruh bagian Bulanberada di bagian penumbra, sehingga bulan masih dapat terlihat dengan warna yang suram. (TribunStyle.com/Nafis Abdulhakim)

Foto 2- Penampakan puncak gerhana matahari parsial di Kota Semarang pukul 12.48 WIB melalui teleskop, Kamis (26/12/2019) ((KOMPAS.com/HAAS)
Dampak Gerhana Matahari Cincin dan Fenomena di 2031...

Hari ini, Kamis (26/12/2019) sejumlah wilayah di Indonesia mengalami kenampakan fenomena Gerhana Matahari Cincin ( GMC).

Fenomena ini terbilang langka sebab tidak setiap tahun masyarakat dapat menyaksikan peristiwa alam tersebut.

Astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo mengungkapkan bahwa peristiwa GMC ini dapat kembali disaksikan pada tahun 2031 mendatang.

"Gerhana Cincin berikutnya di Indonesia baru akan terjadi pada 21 Mei 2031 kelak," ujar Marufin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/12/2019).

Menurutnya, GMC tidak memiliki pola kenampakan yang khas.

Dampak Gerhana Matahari Cincin

Sementara itu, fenomena alam akibat terhalangnya cahaya matahari dan bulan ini juga berdampak bagi masyarakat Indonesia, terutama lebih bersifat spiritual.

Marufin menyampaikan bahwa kejadian alam ini membuat masyarakat Indonesia mengagumi kinerja semesta dan sang Pencipta.

Hal itu direfleksikan dengan banyaknya masyarakat yang datang ke sejumlah titik pengamatan dan merasa terinspirasi oleh peristiwa langit tersebut.

Tidak hanya berdampak secara spiritual, fenomena Gerhana Matahari Cincin juga membawa dampak secara fisis.

"Kalau dampak secara fisis, gerhana berpengaruh kepada produksi listrik sel surya," ujar Marufin.

Adapun pengaruh tersebut terasa di luar negeri, seperti adanya keluhan tentang produksi daya listrik surya yang turun drastis selama berlangsungnya gerhana.

Namun, data tersebut belum tercatat jelas di Indonesia.

Sisi Menarik Gerhana Matahari Cincin

Meski harus menunggu 12 tahun kemudian untuk menyaksikan keindahan fenomena alam ini, ternyata GMC memiliki sisi menarik yang sama menariknya dengan Gerhana Matahari Total (GMT).

Marufin mengatakan, GMT dan GMC sama-sama menyebabkan kecerlangan langit di siang hari menurutn drastis.

"Dalam kondisi normal (bukan gerhana), langit siang hari memiliki limiting magnitude +3,5 sehingga hanya Venus yang dapat terlihat," katanya lagi.

Diketahui, limiting magnitude atau pembatas magnitudo adalah magnitudo semu yang samar dari benda langit yang dapat dideteksi atau dideteksi oleh instrumen tertentu.

Ia menjelaskan bahwa hal itu pun membutuhkan pengamat berpengalaman untuk menemukannya.

Sebaliknya, pada saat puncak GMC yang berlangsung siang hari tadi, langit bisa 40 kali lebih redup dengan limiting magnitude anjlok ke +0,5.

"Langit lebih redup memungkinkan benda-benda langit yang tampak berdekatan dengan Matahari dan selama ini sukar diamati menjadi lebih mudah terlihat," imbuhnya.

Benda langit yang terlihat misalnya Merkurius dan juga komet-komet pelintas yang sangat dekat dengan Matahari (sungazer), seperti komet-komet SOHO dan Kreutz.

Sehingga upaya memahami alam semesta tetap dapat dilakukan dalam peristiwa GMC. (Kompas.com/Retia Kartika Dewi)

Tak Hanya Sholat Gerhana, Ini Amalan Anjuran Rasulullah SAW saat Gerhana Bulan Rabu 17 Juli 2019