Tahun Baru Islam

Sambut Tahun Baru Islam 1 Muharram, Inilah 5 Tradisi Unik yang Ada di Jawa Tengah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kebo bule malam satu suro

TRIBUNSTYLE.COM - Umat Islam di Indonesia merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 Hijriyah hari ini, Selasa 11 September 2018.

Setiap tahunnya, masyarakat di Indonesia selalu merayakan malam pergantian tahun tersebut dengan berbagai tradisi dan ritual.

Ada berbagai tradisi unik yang diselenggarakan masyarakat Indonesia untuk menyambut Tahun Baru Islam ini.

Disebut unik karena tradisi dan ritual itu hanya dapat dijumpai setahun sekali.

Di Jawa Tengah sendiri, ada beberapa tradisi yang rutin diselenggarakan.

Sambut Tahun Baru Islam, Ini Keutamaan Puasa Sunnah Ayyamul Bidh, Serta Jadwal dan Bacaan Niatnya

Berikut 5 Tradisi unik di Jawa Tengah, seperti yang dikutip dari TribunTravel :

1. Kirab Kebo Bule - Keraton Surakarta

instagram.com/bejodoyanmangan

Di Solo, perayaan Tahun Baru Islam digelar dengan kirab kebo bule.

Dalam tradisi yang bertepatan dengan malam satu Suro ini, beberapa ekor kebo bule (kerbau berwarna putih) diarak keliling kota.

Kerbau-kerbau ini dipercaya sebagai turunan Kebo Bule Kyai Slamet dan dianggap keramat.

Kerbau-kerbau tersebut berperan sebagai Cucuking Lampah (pemandu kirab) dan diikuti oleh para abdi dalem keraton yang membawa pusaka.

Kirab Kebo Bule, Tradisi Unik di Kota Solo Untuk Menyambut Malam Satu Suro

Baru kemudian di barisan belakang ada masyarakat Solo dan sekitarnya.

Kirab ini biasa digelar pada tengah malam, biasanya masyarakat sudah berkumpul di tepi jalan yang dilewati rombongan kirab.

Yang unik dari tradisi ini, para warga menanti momen di mana mereka dapat menyentuh badan kebo bule dan berebut untuk mendapatkan kotorannya yang katanya dapat membawa berkah.

2. Tradisi Mubeng Beteng - Keraton Yogyakarta

Warga berjalan kaki dalam keheningan mengelilingi kompleks Keraton Yogyakarta, DI Yogyakarta (Kompas/Ferganata Indra Riatmoko)

Tradisi Mubeng Beteng merupakan simbol refleksi dan instropeksi diri orang Jawa pada malam 1 Suro Tahun Baru Islam.

Tradisi Mubeng Beteng dilakukan oleh ratusan abdi dalem mengelilingi Keraton Yogyakarta dan diikuti oleh warga.

Selama mengelilingi benteng, mereka harus melakukan tapa bisu (tidak berbicara atau bersuara) serta tidak makan, minum, atau merokok.

Dalam mengelilingi benteng, jarak yang ditempuh mencapai lima kilometer.

3. Mendaki Gunung Lawu

mendaki gunung Lawu (Surya/Eko Darmoko)

Mendaki Gunung Lawu yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah satu tradisi yang dilakukan sebagian warga untuk Tahun Baru Islam.

Biasanya jelang malam 1 Suro, banyak pendaki atau warga yang memadati pintu masuk Gunung Lawu, baik dari Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, maupun Candi Cetho.

Selain untuk menggapai puncaknya, warga juga melakukan ritual di Gunung Lawu.

Hukum Memanjatkan Doa Awal dan Akhir Tahun Baru Islam 1 Muharram, Tak Ada Dalil dari Rasulullah SAW!

Gunung dengan ketinggian 3.265 mdpl itu dipercaya sebagian masyarakat Jawa sebagai tempat suci yang sakra dan punya daya magis yang tinggi.

Sehingga dipandang sebagai tempat yang tepat untuk merenung, berdiam diri, beritikaf dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta bagi siapapun yang mempercayainya.

4. Barik'an - Pati, Jawa Tengah

Tradisi Barikan (Instagram/anggapratzama)

Tradisi Barik'an masih dilestarikan dan dilakukan oleh masyarakat Pati untuk sambut Tahun Baru Islam.

Tradisi Barik'an adalah acara kenduri bersama.

Biasanya masyarakat membawa dan mengumpulkan nasi serta lauk-pauk dari rumah masing-masing.

Setelah dikumpulkan, nasi dan lauk-pauk kemudian didoakan.

Setelah memanjatkan doa, masyarakat langsung menggelar makan bersama.

Pada ritual tersebut terjadi saling tukar-menukar lauk yang mereka bawa.

Ritual Barik'an menjadi cara masyarakat untuk meningkatkan kerukunan antar warga desa.

5. Wahyu Kliyu - Karanganyar, Jawa Tengah

instagram.com/kebudayaankaranganyar

Wahyu kliyu adalah upacara adat selamatan berupa sedekah apem dan digelar masyarakat Dusun Kendhal, Desa Jatipuro, Karanganyar.

Tradisi turun temurun ini diselenggarakan setahun sekali pada bulan Muharam (Sura) tepatnya pada malam bulan purnama tanggal 15 Suro.

Yang menarik pada pelaksanaan upacara Wahyu kliyu, tidak ada nasi tumpeng beserta lauk pauk seperti lazimnya pada acara selamatan.

Nasi tumpeng diganti dengan “apem” yaitu semacam kue yang dibuat dari bahan tepung beras.

Apem yang berbentuk bulat tersebut mengandung makna sebagai lambang pengayoman, peneduh dan penyejuk.

Tiap rumah menyajikan apem sejumlah 344 buah.

Setelah selesai rangkaian acara doa, apem dibagi lagi kepada seluruh warga.  (TribunStyle/Listusista)

Subscribe Channel Youtube TribunStyle.com:

Like Fan Base Facebook TribunStyle: