Berita Viral
Kisah Jurnalis di Gaza, 9 Anggota Keluarga Tewas Akibat Serangan Israel, 'Dikubur dalam Diam'
Cerita jurnalis yang bermukim di Gaza, rekannya kehilangan sembilan anggota keluarga akibat pengeboman oleh Israel.
Editor: Putri Asti
TRIBUNSTYLE.COM - Suasana mencekam selalu dirasakan tiap detik oleh warga yang berada di wilayah Gaza.
Suara dentuman bom yang tak kunjung berhenti membuat warga hanya berharap bisa tetap hidup setiap hatinya.
Seorang jurnalis pun membagikan kisahnya saat tinggal di Gaza.
Bagaimana ceritanya?

Setiap hari di Gaza, harapan terbesar setiap warganya adalah bisa hidup dan tidak terima kabar kehilangan yang sangat besar.
Inilah kisah Maram Humaid, jurnalis Al Jazeera yang bermukim di Gaza.
Baca juga: Tangis Relawan di Gaza Pecah, Kesal Ada Orang Telpon Hanya Ingin Dengar Suara Bom: Tolong Peka!
Kisah ini sudah ia publikasikan di Al Jazeera berjudul No one is left to mourn in Gaza, as Israel’s bombs deliver daily death, Selasa (24/10/2023).
Ia mengatakan, Gaza adalah tempat di mana setiap panggilan telepon membawa berita tentang seseorang yang terbunuh, setiap pesan menyampaikan kehancuran rumah teman, dan setiap serangan udara mengirimkan getaran ketakutan ke dalam hati Anda.
Di negeri ini, rumah bukan lagi tempat perlindungan untuk hidup dan bersantai.
Itu adalah keberadaan yang berbahaya, dapat mengalami kehancuran mendadak tanpa peringatan.
Harapan terbesar yang dipegang teguh seseorang hanyalah tetap hidup bersama keluarga, menghindari kehilangan orang yang dicintai yang menyayat hati, atau menghadapi kematian kolektif.
Bayangkan keluarga-keluarga yang terhapus dari catatan sipil, dilenyapkan bersama-sama.

Pada pandangan pertama, hal ini tampak seperti sebuah bencana, namun jika diamati lebih dekat, hal ini menyerupai sebuah akhir yang tragis namun penuh belas kasihan di bawah pemboman yang tiada henti.
Tidak ada seorang pun yang tersisa untuk berduka.
Bisa dibilang, sebagian orang iri pada mereka yang menemukan akhir yang damai, melarikan diri dari kegilaan penembakan dan pembunuhan yang terus berlanjut.
Melihat berita dan menyaksikan kekacauan seputar truk bantuan yang memasuki Gaza, kita pasti akan mendapati bahwa prioritas dunia ini membingungkan.
Alih-alih berfokus pada upaya menghentikan perang, penekanannya tampaknya adalah pada pemberian bantuan.
“Apa yang lebih dibutuhkan rakyat Gaza daripada makanan, air atau bantuan lainnya adalah diakhirinya kekerasan, pertumpahan darah, dan kehancuran yang tidak masuk akal,” tulisnya.
Sekarang sudah hari ke-18 (sejak Israel membalas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023), dan selama tiga hari, aku tidak bisa membagikan catatan ini di buku harianku karena kurangnya akses internet.
Baca juga: Mohamed Salah Beri Pesan Pilu soal Gaza Palestina: Setop Pembantaian, Kemanusiaan Harus Menang
Namun, meski berjalannya waktu, tidak ada perubahan signifikan.
Gaza masih terjebak dalam siklus kematian dan kehancuran yang berulang-ulang yang sudah biasa disaksikan oleh dunia.
Kematian setelah kematian
Beberapa waktu lalu, muncul berita yang menyayat hati tentang meninggalnya jurnalis Roshdi Sarraj, seorang sahabat karib.
Kejutan atas kehilangannya sulit diterima.
Pikiran terus tertuju pada istrinya, Shorouq, teman lainnya, dan putri mereka yang berusia satu tahun, Dania.
Sehari sebelumnya, saya dan saudara perempuan terbangun oleh berita yang lebih menyedihkan.
Baca juga: ASTAGFIRULLAH RS Indonesia di Palestina Dikabarkan Hancur Diserang Rudal Israel, 13 WNI Ada di Gaza
Sembilan keluarga teman saya telah terbunuh.
Keluarga ini termasuk ibu, Nibal, dan putrinya, Saja, Doha, Sana, Mariyam, dan Lana, bersama putranya, Mohammed.
Mereka tewas setelah perintah Israel untuk meninggalkan Gaza mengirim mereka ke rumah kerabat mereka di Deir el-Balah.
Hanya Noor, seorang putri yang sudah menikah di Qatar, yang selamat dari tragedi ini.
Suara tangis Noor di telepon dari Doha, yang memohon agar kami mengambil foto keluarganya yang sudah dikubur dalam diam, mengingatkan kita pada kata-kata penyair Palestina Mahmoud Darwish: “Kematian tidak menyakiti orang mati, hanya menyakiti orang hidup.”
Diolah dari artikel TribunJogja.com
Sumber: Tribun Jogja
Pria Jepang Tetap Kerja Jadi Tukang Sapu Meski Harta Melimpah Punya 7 Apartemen, Terkuak Alasannya |
![]() |
---|
Kisah Pria di China Jadi Mahasiswa di Usia 60 Tahun, Akrab dengan Teman Sekampus: Merasa Lebih Muda |
![]() |
---|
Usia Hanyalah Angka, Nenek 68 Tahun di China Mendadak Viral, Jago Main Skateboard, Netizen Melongo |
![]() |
---|
Bukan Nikahan, Pesta Cerai Viral di Malang: Undangan, Dekorasi, dan Sound Horeg ala Resepsi |
![]() |
---|
Siapa Pemilik Restoran Bibi Kelinci Kopitiam yang Sedang Viral? Terungkap Nama dan Akun Instagramnya |
![]() |
---|