Breaking News:

Berita Viral

'SAKTINYA' Ferdy Sambo, Lolos Hukuman Mati, Vonis Diringankan, Ibu Brigadir J Nyesek: Kami Kecewa!

Mahkamah Agung ubah hukuman Ferdy Sambo, yang awalnya hukuman mati kini menjadi penjara seumur hidup. Keluarga Brigadir J ungkap kekecewaan mendalam.

Editor: Putri Asti
Kolase Tribun Style/TribunJambi
Tanggapan keluarga Brigadir J dengar putusan Mahkamah Agung ubah hukuman Ferdy Sambo, yang awalnya hukuman mati kini menjadi penjara seumur hidup. 

TRIBUNSTYLE.COM - Diskon besar-besaran! Ferdy Sambo yang harusnya mendapat hukuman mati, kini diganti menjadi penjara seumur hidup.

Keputusan Mahkamah Agung ini tentu saja membuat banyak orang syok dan tak menyangka.

Termasuk pihak dari keluarga Brigadir J.

Lantas, bagaimana tanggapan keluarga Brigadir J atas keputusan ini?

Mahkamah Agung batalkan hukuman mati Ferdy Sambo, diganti jadi penjara seumur hidup.
Mahkamah Agung batalkan hukuman mati Ferdy Sambo, diganti jadi penjara seumur hidup. (Istimewa)

Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang meringankan hukuman mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo memicu kekecewaan Ibunda Brigadir Yosua, Rosti Simanjuntak.

Dirinya mengaku sangat kecewa atas keputusan MA yang membatalkan hukuman mati Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup.

Baca juga: AKHIRNYA! Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati, Gantinya Penjara Seumur Hidup, Maut Batal Mengintai

Keputusan tersebut menurutnya, sangat melukai rasa keadilan dan perasaannnya sebagai orangtua Brigadir J.

"Kami sangat, sangat kecewa," kata Rosti dikutip dari Tribun Jambi pada Selasa (8/8).

Meski demikian, Rosti mengaku belum mendapatkan informasi pembatalan hukuman mati.

Terkait hal tersebut, pihak keluarga katanya akan berkomunikasi dengan pihak kuasa hukum.

"Kalau ini kan kami belum dengar pasti, yang jelas kami sangat, sangat kecewa. Tunggu kami komunikasi dulu dengan pengacara ya," pungkasnya.

Saktinya Ferdi Sambo, Selamat dari Hukuman Mati-Putri Candrawathi Hanya 10 Tahun Dibui

Diberitakan sebelumnya, Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo akhirnya bebas selamat dari hukuman mati setelah Mahkamah Agung (MA) meringankan hukumannya menjadi penjara seumur hidup.

Hukuman Ferdy Sambo menjadi ringan setelah Mahkanah Agung menolak kasasi perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diajukannya.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi mengatakan, putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Agung Suhadi serta empat anggotanya yakni, Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.

"Penjara seumur hidup,” kata Sobandi dikutip dari Kompas.com pada Selasa (8/8/2023).

Reaksi ibu Brigadir J mendengar putusan MA yang meringankan hukuman Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo
Reaksi ibu Brigadir J mendengar putusan MA yang meringankan hukuman Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo (Facebook)

Merujuk pada data kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, kasasi Sambo teregister dengan nomor perkara 813 K/Pid/2023.

Selain Sambo, tiga terdakwa dugaan pembunuhan berencana tersebut juga yang disidang hari ini.

Mereka adalah istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi.

Selanjutnya, mantan ajudan Sambo Ricky Rizal, dan pembantu rumah tangganya, Kuat Ma’ruf.

Perkara istri Sambo teregister dengan nomor perkara 816 K/Pid/2023 dengan klasifikasi pembunuhan berencana.

Perkara Ricky Rizal teregister dengan nomor perkara 814 K/Pid/2023 dan Kuat Ma’ruf dengan nomor perkara 815 K/Pid/2023.

Putri Chandrawati Hanya 10 Tahun Dibui

Dalamn persidangan, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Putri Candrawathi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Namun dalam nomor perkara 816 K/Pid/2023, MA mengubah hukuman Putri Candrawathi dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.

"Terdakwa Putri Candrawathi PN pidana penjara 20 tahun, PT menguatkan, pemohon kasasi penuntut umum dan terdakwa. Amar putusan kasasi tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan terdakwa menjadi pidana penjara 10 tahun," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi dalam jumpa pers, Selasa (8/8/2023).

Putri diketahui divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan pidana 20 tahun penjara.

Putusan tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Sidang putusan kasasi ini dipimpin lima hakim agung, di antaranya Suhadi dan empat hakim anggota, yaitu Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.

Baca juga: WADUH! MA Sunat Vonis Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dari 20 Tahun Jadi 10 Tahun, Alasannya?

Vonis Hukuman Mati Dipertanyakan karena Motif Tak Terungkap

Sebelumnya, pakar hukum pidana, Chairul Huda menjadi bagian eksaminasi putusan hukuman mati yang dijatuhi kepada mantan Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua.

Selain Huda, ada tujuh eksaminator ternama salah satunya Prof. Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.

Huda mengaku menulis eksaminasi putusan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo berbekal pada putusan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Menurut dia, putusan tingkat banding tidak menjadi bagian eksaminasi karena hanya menguatkan putusan tingkat pertama saja.

“Memang cukup banyak hal menarik untuk dipersoalkan bagi kita akademisi maupun praktisi hukum,” kata Huda dikutip dari Youtube LKBH FH UII pada Senin (12/6/2023)

Ini obral pidana mati, dalIni obral pidana mati, dal
Motif MA ubah hukuman Ferdy Sambo (Kolase Tribunnews.com)

Pertama, Huda mengupas soal pemahaman Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan hukuman mati kepada Ferdy Sambo.

Hal ini, kata Huda, tidak tepat dipahami tentang apa itu pembunuhan berencana.

“Ini adalah kasus pembunuhan, yang memang diperberat hukumannya karena ada hal tertentu terkait dengan pelaksanaannya, yang orangnya juga bisa menyebutnya dengan berencana,” ujar Penasihat Ahli Kapolri ini.

Sebetulnya, kata dia, jika mengutip Prof. Andi Hamzah bahwa pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang dipikir-pikir lebih dulu.

Sehingga, pembunuhan berencana itu dibedakan dengan pembunuhan spontan.

“Pembunuhan secara spontan dan pembunuhan si pelaku mempunyai suasana yang tenang untuk memikirkan apa yang mau dilakukan,” jelas dia.

Baca juga: SOSOK di Balik Lolosnya Anak Ferdy Sambo Masuk Akpol, Tribrata Kelak Diminta Balas Jasa

Huda melihat di sini kesalahan majelis hakim adalah posisi Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma’ruf.

Justru, Huda mempertanyakan apa kontribusi mereka terhadap matinya Brigadir Yosua di rumah dinas Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

“Sebenarnya tidak ada, tapi kemudian mereka dianggap menjadi bagian pembunuhan berencana yang sebenarnya tidak ada kontribusinya,” katanya.

Sedangkan, kata dia, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada Richard yang punya kontribusi.

Sementara, lanjut Huda, peran Ferdy Sambo dalam kematian Brigadir Yosua masih diperdebatkan.

“Richard merenungkan apa yamg mau dilakukan di kamar mandi, dia berdoa sebelum melakukan itu. Itu suasana yang tenang memikirkan perbuatannya. Apa hubungannya dengan yang lain, tidak memberikan kontribusi terhadap matinya korban. Kalau kontribusi tidak ada, lalu dianggap sebagai turut serta,” sebutnya.

Makanya, Huda menyebut kurang tepat penerapan pasal pembunuhan berencana terhadap mereka.

Sehingga, kata Huda, perlu dikritisi praktik hukum di Indonesia ketika menggunakan masalah penyertaan terutama turut serta melakukan. Herannya, dianggap turut serta sepanjang orang itu bersama-sama.

“Jadi ada pergeseran makna turut serta, yang didalam praktiknya selalu diartikan bersama-sama. Padahal, turut serta itu adalah perbuatan yang sangat spesifik dari delik. Dia berkontribusi langsung terhadap perwujudan larangan undang-undang sebagai delik. Tapi praktik hukum biasanya terdakwa bersama-sama, seperti apa bersama-sama ta, itu tidak jelas,” ungkapnya

Oleh karenanya, Huda mengatakan persoalan utama perkara kematian Brigadir Yosua ini adalah majelis hakim yang memproses dan mengadili. Menurut dia, hakim tidak mampu mengkonstruksi seperti apa perbuatan bersama-sama itu.

“Pemahaman saya, bersama-sama itu tentu kontribusi terhadap matinya korban, karena ini delik pembunuhan bukan delik perencanaan. Di dalam putusan ini seolah-olah deliknya adalah merencanakan, bukan membunuh,” jelas dia.

Selain itu, Huda mengatakan ada hal unik dari kasus ini yang menjerat Ferdy Sambo dengan penyertaan. Padahal, kata dia, hakim menganggap Ferdy Sambo sebagai aktor intelektual tapi juga pelaku.

“Konstruksi majelis hakim seperti ini adalah konstruksi yang terpaksa,” kata Huda.

Menurut dia, majelis hakim dihadapkan dua persoalan yaitu konstruksi pasal dakwaan dan opini publik. Dalam pertimbangannya, kata dia, hakim memandang Ferdy Sambo sebagai aktor intelektual.

Di sisi lain, lanjur Huda, Ferdy Sambo dikatakan turut serta atau pelaku utama karena ikut menembak.

“Jadi, disini hakim terpaksa menggunakan konstruksi itu. Konstruksi yang menjebak hakim sehingga berakrobatik dalam mempertimbangkan perkara ini.

Sambo dianggap menembak yang hanya didasarkan pada keterangan Richard tidak berkesesuaian dengan saksi lain, tidak sesuai barang bukti, tidak sesuai dengan keterangan ahlinya. Tapi itu terpaksa dilakukan agar dapat mengkualifikasi Richard sebagai justice collaborator,” ungkapnya.

Baca juga: Sosok Tribrata, Anak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Lolos Akpol 2023, Ikuti Kirap Ayah di POLRI

Selanjutnya, Huda mengungkap hasil eksaminasi hukuman mati untuk Ferdy Sambo terkait motif.

Memang, ia sependapat bahwa motif bukan bagian unsur yang harus dibuktikan. Akan tetapi, kata dia, perlu dicatat bahwa perkara-perkara yang motifnya belum ada titik terang atau belum terungkap di persidangan, itu tidak boleh dijatuhkan vonis mati.

“Problemnya di situ, hakim ultrapetita. Dia menjatuhkan putusan lebih daripada tuntutan jaksa, padahal dia tidak mampu mengungkap sebenarnya motifnya apa kasus ini. Kalau cuma kecewa, masa seorang Ferdy Sambo kecewa lalu sampai sebodoh itu membunuh. Jadi motif belum jelas tapi divonis mati, yang notabane ultrapetita,” katanya.

Tentu saja, Huda mengatakan hakim boleh saja menjatuhi hukuman ultrapetita sepanjang tidak keluar dari dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum.

Namun, kata dia, tidak boleh juga dijatuhkan tanpa pertimbangan hakim yang cukup.

“Kalau motifnya tidak terungkap, maka ini belum pertimbangannya yang cukup. Maka putusan ini batal demi hukum, karena menjatuhkan vonis mati yang sifatnya ultrapetita tanpa pertimbangan yang cukup. Kalau tidak terungkap motifnya, vonis paling banyak sesuai tuntutan. Artinya tidak boleh pidana melebihi tuntutan, atau tidak boleh vonis mati. Ini obral pidana mati, dalam rangka untuk memenuhi keinginan netizen. Itu berhasil dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” pungkasnya.

Diolah dari artikel WartaKotalive.com

Sumber: Warta Kota
Tags:
Ferdy SamboBrigadir JPutri Candrawathihukuman matiberita viral hari ini
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved