Berita Viral
MIRIS Puluhan Siswa SMP di Pangandaran Tak Bisa Baca, Ada yang Keluar Sekolah: Jangan Salahkan Covid
Puluhan siswa SMP di Pangandaran belum bisa membaca, pengamat sebut seharusnya tak menyalahkan dengan alasan Covid-19.
Editor: Dhimas Yanuar
TRIBUNSTYLE.COM - Ramai-ramai kabar bahwa puluhan siswa SMP di Pangandaran tak bisa membaca.
Hal ini membuat syok banyak pihak, karena di usia lebih dari SD tak sedikit siswa yang kurang literasi.
Tak sedikit yang menduga hal ini terjadi karena pandemi Covid-19 yang berjalan lebih dari 2 tahun.
Namun, seorang pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Cecep Darmawan mengaku ragu bahwa penyebab belum bisa membacanya puluhan siswa SMP di Kabupaten Pangandaran adalah pandemi Covid-19.

Sebab, kata dia, sekalipun pembelajaran pada masa pandemi itu kurang efektif, masa pandemi ini tak berlangsung hingga lima atau enam tahunan.
"Pandemi hanya dua tahun, artinya kalau sekarang dia kelas dua SMP, masa dari kelas satu sampai kelas lima SD tidak baca?" ujar Cecep saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (3/8/2023).
Informasi ini, ujar Cecep, harus dipastikan betul karena jika memang benar-benar tidak bisa membaca sama sekali, mereka pasti tidak akan bisa menulis juga.
"Ini adalah fenomena yang luar biasa dan harus menjadi perhatian semua pihak. Apalagi ini dalam jumlah banyak."
Baca juga: MIRIS! Siswi SMP di Baubau jadi Korban Bullying, Dianiaya 7 Teman Sekelas, Kondisi Pilu: 3 Hari Koma
"Jika benar tidak bisa baca sama sekali, ini kejadian luar biasa," ujarnya.
Tidak bisa membacanya puluhan siswa SMP Negeri di Pangandaran, menurut Cecep, hanya berarti satu hal, yakni standardisasi penjaminan mutu di sekolah dasar di sana tidak berjalan dengan baik.
"Padahal di situ ada kepala sekolah, pengawas, KCD dan Disdik. Berarti tidak berjalan sebagaimana mestinya kalau benar begitu," katanya.
Pihak sekolah dan Dinas Pendidikan pun harus melakukan evaluasi, mencari tahu faktor apa yang membuat puluhan anak SMP sampai tidak bisa membaca.
"Saya kira bukan karena Covid-19. Kalau akibat Covid, itu berarti semua tak bisa baca. Jangan pakai alasan Covid, ini ada standardisasi di sekolah itu yang tidak berjalan," ucapnya.
....

Fakta menyesakkan diungkapkan koordinator Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di Pangandaran, Dian Eka Purnamasari.
Puluhan siswa SMP di Pangandaran ternyata belum bisa membaca.
Dua di antaranya bahkan sudah duduk di kelas IX dan tengah bersiap menghadapi kelulusan.
Dian mengaku mengetahui betul hal itu karena kondisi tersebut terjadi di SMP Negeri 1 Mangunjaya, Kecamatan Mangunjaya, tempatnya sehari-hari mengajar.
Ia mengatakan, pada tahun ajaran 2023/2024 ini tercatat ada 29 siswa di SMP Negeri 1 Mangunjaya yang tidak bisa membaca.
Sebagian besar pelajar laki-laki.
"Kelas VII tercatat 11 siswa, kelas VIII 16 siswa, dan kelas IX ada 2 siswa," ujar Dian, Kamis (3/8/2023).
Dian mengatakan, salah satu penyebab para siswa itu belum bisa membaca karena proses belajar-mengajar di bangku sekolah dasar tidak efektif saat pandemi Covid-19.
Penyebab lainnya, kata Dian, kondisi orang tua yang mungkin terlalu sibuk dengan aktivitasnya sehingga akhirnya tidak ada stimulus dan bimbingan belajar dari orang tua.
"Saya juga merasa sedih, kasihan. Khawatir mereka minder di kelas. Makanya, saya biasanya memberi tanda pada buku nilai," ujar Dian.
Dia menduga, hal serupa terjadi tidak hanya di sekolah tempatnya mengajar.
"Kayaknya (di SMP lain di Pangandaran) sama saja."
"Malah saat saya lihat komentar di salah satu pegiat pendidikan di Instagram, banyak yang mengeluhkan," ujarnya.
Dian mengatakan, gara-gara minder tak bisa membaca, satu siswa kelas 7 di sekolahnya memilih keluar.
"Ada satu orang, dua tahun kemarin [keluar). Ketahuan tidak bisa membaca," ujar Dian.
Saat ketahuan tidak bisa membaca, kata Dian, guru wali kelas sempat menyarankan anak tersebut untuk belajar membaca waktu pulang sekolah.
"Tapi, mungkin saya enggak tahu bagaimana, apakah ada temannya yang iseng atau bagaimana."
"Akhirnya, dia merasa minder karena teman-temannya sudah bisa membaca tapi dia belum," katanya.
Padahal, guru-guru sudah mencoba untuk menahan siswa tersebut untuk tidak memilih keluar sekolah SMP.
"Tapi, susah," ujarnya. "Karena, kata orang tuanya itu, anaknya sudah enggak mau bersekolah lagi karena malu."
Biasanya, kata Dian, guru meluangkan waktunya untuk mengajar siswa agar belajar membaca ketika waktu pulang atau setelah selesai waktu kegiatan belajar mengajar.
"Nah, mungkin ada siswa lain yang melihat dia tidak pulang dan sedang belajar membaca di sekolah."
"Jadi, akhirnya minder dan anak itu enggak mau bersekolah lagi," ujarnya.
Dian mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan agar anak tersebut tak berhenti sekolah.
"Tapi tetap mau keluar dan katanya mau pindah ke sekolah Mts. Jadi, ya udah yang penting jangan sampai putus sekolah. Setelah itu, baru diizinkan," kata Dian.
Dian mengatakan, untuk meminimalisasi jumlah pelajar belum bisa membaca, pihak SMP Negeri 1 Mangunjaya akan mengadakan program kegiatan literasi.
"Ada kemungkinan dimasukkan ke dalam P5 (Proyek Pengembangan Profil Pelajar Pancasila). Tapi, ini masih dibicarakan bersama panitia lain,” ujar Dian.
Dalam program literasi ini, kata Dian, siswa yang sudah pandai membaca diwajibkan ikut kegiatan pembiasaan membaca 15 menit.
Namun, bagi siswa yang belum bisa membaca serta menulis, diwajibkan ikut pelajaran tambahan membaca dan menulis.
"Satu guru membimbing dua orang [yang belum bisa membaca dan menulis," ujarnya.
"Saya harap dengan program literasi sekolah yang akan dilaksanakan ini, siswa-siswi bisa lancar membaca dan menulis. Karena, itu kan keterampilan dasar, modal mereka belajar lebih banyak lagi," ujarnya.
Dian mengaku bingung bagaimana puluhan siswa itu bisa sampai tidak bisa membaca.
Ia mempertanyakan bagaimana mereka waktu bersekolah di tingkat SD.
"Kalau kurang guru kayaknya enggak. Saya juga enggak tahu itu bagaimana waktu sekolah di SD-nya,” ujarnya.
Dian mengatakan, untuk para siswa baru, ketika masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) SMP, mereka membuat tes yang intinya untuk melihat apakah anak itu bisa menulis atau membaca.
“Nah, hasilnya ya begitu (tidak bisa membaca dan menulis). Kami juga enggak tahu di SD-nya itu seperti apa."
"Kami menerima sudah seperti itu," ujarnya.
Dian mengatakan, dulu, untuk masuk sekolah ke jenjang berikutnya dilihat dari NEM.
"Tapi, kalau sekarang secara zonasi bisa diterima, secara kuota sekolah juga memadai, yang akhirnya kan harus kami terima anak tersebut untuk bersekolah,” ujarnya.
Belum Mengecek
Kasi SMP di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pangandaran, Supri, mengaku belum mengecek ke SMPN 1 Mangunjaya sehingga belum mengetahui soal keberadaan puluhan siswa yang belum bisa membaca.
Meski demikian, ia memastikan, anak-anak itu belum bisa membaca bukan karena sistem di SD-nya tidak benar.
"Ini mah lebih ke kemauan anaknya. Terus, motivasi orang tua dan mungkin dari ketelatenan gurunya juga," katanya saat dihubungi Tribunjabar.id melalui WhatsApp, semalam.
(*)
(nazmi abdurahman)
Artikel diolah dari TribunJabar.id dan TribunJabar.id
Sumber: Tribun Gorontalo
Momen Bahagia Annisa Pohan Quality Time Bareng Keluarga di Jepang, Penampilan Almira Buat Salfok |
![]() |
---|
Sama-sama Cerdas, Anak Kembar di China Raih Skor Identik saat Ujian Masuk Kampus, Ortunya Bangga |
![]() |
---|
Pesona Memed Brewog Dijuluki 'Thomas Alva Edi Sound', Pelopor Sound Horeg, Kantung Mata Bikin Salfok |
![]() |
---|
Viral Pasangan Influencer Gelar Pesta Pernikahan di Pesawat Boeing 747-400 yang Sedang Terbang |
![]() |
---|
Cerita YouTuber Alami Koma Usai Melahirkan di Rumah, Suami Panik Lihat Istrinya Kejang: Mengerikan |
![]() |
---|