Breaking News:

Berita Viral

VIRAL Sekolah di Banyumas, Orangtua Cukup Bayar dengan Hasil Bumi: Kelapa, Singkong hingga Sayuran

Viral sekolah di Banyumas, perbolehkan orangtua siswa membayar pengganti biaya pendaftaran dengan hasil bumi. Ada kelapa hingga sayuran.

Editor: Putri Asti
TribunJateng/Permata Putra
Viral sekolah di Banyumas, perbolehkan orangtua membayar pengganti pendaftaran dengan hasil bumi. 

TRIBUNSTYLE.COM - Jika banyak sekolah melakukan pungutan liar (pungli) kepada siswanya, lain halnya dengan apa yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah ini.

Di MTs Pakis, pihak sekolah justru menggratiskan biaya bagi siswanya.

Namun para orangtua boleh memberikan simbol ikatan atau pengganti biaya pendaftaran dengan hasil bumi.

Nantinya hasil bumi itu akan dinikmati bersama dan jika dijual hasilnya untuk biaya operasional sekolah.

Apa saja hasil bumi yang dibawa para orangtua ke sekolah? Intip potretnya!

Sekolah di Banyumas bolehkan orangtua mengganti biaya pendaftaran dengan hasil bumi.
Sekolah di Banyumas bolehkan orangtua mengganti biaya pendaftaran dengan hasil bumi.

Di saat ada sekolah di Jawa Tengah yang melakukan pungutan liar kepada siswanya, di Banyumas justru ada sekolah gratis.

Orangtua siswa bahkan boleh membawa apapun jenis hasil bumi sebagai imbal balik mereka terhadap sekolahan yang telah mendidik anaknya.

Baca juga: PPDB Zonasi Anak Tak Diterima, Orang Tua di Tangerang Ukur Jarak ke Sekolah Pakai Meteran: Kacau Nih

Hal itupun dilakukan Sakinah (56) seorang ibu rumah tangga menyiapkan hasil bumi seperti labu siam yang dia tanam di kebun sendiri.

Labu tersebut dia panen bukan untuk dijual atau dimasak sendiri melainkan sebagai syarat mendaftarkan anaknya ke MTs Pakis.

MTs Pakis berada di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.

Sakinah yang merupakan warga RT 1 RW 5, Desa Sambirata, bersama anaknya bernama Amira (12) membawa hasil bumi tersebut.

Tidak hanya Sakinah ada 7 orangtua siswa lainnya yang ikut mendaftarkan anaknya ke MTs Pakis dengan membawa sejumlah hasil bumi lain.

Potret ornagtua mendaftarkan anaknya ke MTs Pakis dengan membawa sejumlah hasil bumi lain.
Potret ornagtua mendaftarkan anaknya ke MTs Pakis dengan membawa sejumlah hasil bumi.

Sehingga hari itu ada 8 orang siswa baru yang mendaftar di MTs Pakis.

Para orangtua siswa ada yang membawa singkong, kelapa muda, kentang, labu siam, sayuran dan lain sebagainya.

Sakinah mengatakan memilih menyekolahkan anaknya di tempat itu karena 5 anaknya lainnya juga lulusan sana.

"Kalau harus menyekolahkan ke SMP di desa lain jaraknya cukup jauh di Desa Panembangan biayanya Rp 500 ribu dalam sebulan untuk transport dan itu berat, saya tidak punya motor," katanya kepada tribunjateng.com, Rabu (12/7/2023).

Dia sendiri punya 12 anak dan Amira adalah anaknya yang bungsu.

"Saya bawa hasil bumi labu dan singkong, 5 anak saya pernah sekolah disini."

"Kalau dijual labu itu paling Rp10 ribu perkilo."

Baca juga: Anies Baswedan Antar Sekolah Anak Naik Sepeda Motor, Plat Nomer Kendaraan Jadi Sorotan, Ini Faktanya

"Anak saya yang lain sekarang udah bekerja," ungkapnya.

Sekolah di MTs Pakis sama sekali tidak dipungut biaya.

"Biaya tidak ada, cuma kalau Mas Isrodin ada tamu atau kegiatan kita suka nyumbang makanan buat sajian," katanya.

Kepala Sekolah MTs Pakis yang juga penanggung jawab sekolah, Isrodin mengatakan MTs Pakis mempunyai kurikulum seperti sekolah lainnya.

MTs Pakis sudah ada sejak 2013.

MTs Pakis menginduk secara kurikulum ke MTs NU 2 Cilongok.

"Kurikulum sama.

Kita ingin menjadi sekolah ramah lingkungan dan satwa liar.

Karena anak-anak hidup di pinggir hutan persis.

Kita belajar menanam aren, tanaman konservasi dan lainnya," terangnya.

Baca juga: PLAK! Diduga Ditampar Guru, Siswi SMP di Nunukan Mogok Sekolah, Keluarga Tuntut Pelaku Dimutasi

Para pengajar biasanya berasal dari para relawan mahasiswa.

"Saat ini ada dari Amikom 5 orang sampai 6 bulan dan ada juga dari Unsoed 10 orang mahasiswa," katanya.

Bahkan kadang ada alumni yang sudah lulus masih mengajar dan menjadi relawan.

"Anak belajar kehutanan, peternakan, pertanian, dan juga bagaimana ketrampilan hidup.

Kita sudah memproduksi kopi dan rencana akan akan memperluas lahan garapan," imbuhnya.

MTs Pakis sampai dengan saat ini sudah 7 kali meluluskan siswa dan tahun ini menjadi tahun ajaran ke-11.

Kisah Lainnya - PPDB Zonasi Anak Tak Diterima, Orang Tua di Tangerang Ukur Jarak ke Sekolah Pakai Meteran

Aksi viral dilakukan oleh orang tua siswa di Tangerang.

Anaknya tak diterima PPDB zonasi di SMAN 5 Kota Tangerang, orang tua ini mencoba membuktikan kebenaran siswa berjarak 59 meter hingga 100 meter dari sekolah yang diterima.

Namun setelah melakukan pengukuran dan pencarian, dia tidak menemukan siswa tersebut hingga menimbulkan kecurigaan adanya kecurangan.

Seperti apa kisah lengkapnya?

Baca juga: Biaya Kuliah 2023 jalur Reguler PTDI STTD: Biaya Pendaftaran, Seleksi Akademik, Biaya Program D3-D4

Ayip Amir, orang tua siswa mengukur jarak dari rumah ke sekolah pakai meteran gegara PPDB zonasi anak tidak diterima
Ayip Amir, orang tua siswa mengukur jarak dari rumah ke sekolah pakai meteran gegara PPDB zonasi anak tidak diterima (Instagram/@undercover.id)

Unggahan video memperlihatkan orangtua siswa nekat mengukur jarak ke sekolah demi memastikan zonasi, viral di media sosial.

Aksi tersebut dilakukan orangtua siswa bernama Ayip Amir.

Ayip Amir melakukan aksi tersebut lantaran kecewa karena PPDB zonasi, putranya tak diterima di sekolah tujuan.

Diketahui, putranya itu mendaftar ke SMAN 5 Kota Tangerang.

Ayip heran karena tak menemukan siswa yang diterima dengan jarak kurang dari 100 meter.

Kini, video orangtua siswa mengukur jarak ke sekolah itu, viral seperti yang dibagikan akun Instagram @undercover.id.

Dalam keterangan disebutkan Ayip mengukur jarak terdekat dari pemukiman warga ke SMAN 5 Kota Tangerang secara manual menggunakan meteran.

Ayip sendiri didampingi putranya untuk mencari peserta yang dipastikan diterima di SMAN 5 Kota Tangerang yang hanya berjarak kurang dari 100 meter.

Namun, ia heran karena tak menemukan siswa yang bermukim sekolah di SMAN 5 Kota Tangerang tersebut.

“Kami sengaja membawa meteran, biar puas sekalian kita cari itu nama siswa yang tertera dari 59 meter hingga 100 meter dan hasilnya nihil tidak ada satupun nama siswa didekat dekat sekolah itu,” ujar Ayip Amir, dikutip Kamis (13/7/2023).

Dalam video yang beredar, Ayip terlihat membawa meteran mengukur jarak dari sekolah ke salah satu rumah siswa.

Ayip mengatakan heran karena tak ada siswa yang terdekat tertera yang mendaftar ke SMAN 5 Kota Tangerang tersebut.

Ia juga mengaku telah menelusuri beberapa siswa yang diterima dengan jarak terdekat.

Namun, ia tak menemukan hasil karena jaraknya yang justru lebih jauh.

“Gak ketemu siswanya di depan tadi, gak ada yang daftar di SMA, makannya bingung ini, kacau,” ujarnya.

“Posisi siswa yang didepan kita cek nama Sab*** tidak ada, adanya kata ketua RW kemungkinan ada di belakang, tapi kan itu lebih jauh lagi jaraknya dari SMA,”

“Makannya itu posisinya SMA 5 ngukur jaraknya gimana zonasinya,” ujar Ayip Amir heran.

Kini, video aksi orangtua siswa mengukur jarak ke sekolah itu menyita perhatian warganet.

Tak sedikit warganet yang memberikan komentar beragam soal PPDB jalur zonasi yang dinilai kontroversi.

Sejumlah warganet pun curiga banyaknya kecuringan dalam sistem zonasi tersebut.

Ada juga warganet yang menyarankan agar pemerintah kembali memberlakukan sistem nilai.

Berikut beragam komentar warganet.

“Orangtua yg melakukan kecurangan dan sekolah ikut juga menerima kecurangan, kasian anaknya pak, dia sekolah udah gak halal, ilmunya gak berkah... Sekolah dimanapun sama bagusnya, cuma gara2 gak di sma favorit jd berlaku curang”

“Masih mending lewat Nem atau nilai murni UN.. Terbukti kualitasnya di sekolah.. banyak sekolah favorit yg dari dulu terkenal ketat persaingannya, setelah adanya zonasi jadi menurun kualitas anak didiknya.. ini dirasakan semua guru.. namun apapun itu semoga ada jalan keluar yang bisa menjadi solusi saat ini.. semoga pendidikan Indonesia secepatnya menjadi lebih baik lago,”

“Luar biasa perjuangan org tua utk menyekolahkan anaknya.. Semangat Bapak2..”

“Lah emang ga ada sosialisasi penghitungan jarak itu ditarik secara garis lurus? Gunanya google maps apa dong”

“PPDB Zonasi jadi ajang jual beli bro, banyak kasusnya di daerah gue dari tahun lalu,” tulis beragam komentar warganet.

Tonton videonya di sini

Baca juga: KETAHUAN! Pejabat dan Pengusaha Banten Daftarkan Anak Lewat PPDB Afirmasi, Ngaku Miskin Padahal Kaya

Kisah Lainnya - Puluhan Orang Tua Ontrog SMAN 1 Kalijati Subang, Protes Anaknya Tak Diterima PPDB

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) khususnya melalui jalur zonasi di semua daerah menuai sorotan.

Seperti halnya terjadi di SMAN 1 Kalijati, Subang. Puluhan orangtua dari Desa Banggala Mulya, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, melakukan aksi protes dengan mendatangi SMAN 1 Kalijati akibat anaknya tidak diterima di sekolah tersebut. 

Warga desa terpencil tersebut kecewa anaknya tak di terima di SMAN 1 Kalijati, pasalnya SMA tersebut merupakan satu-satunya sekolah yang terdekat di desa tersebut.

Puluhan Orang tua Siswa menggeruduk SMAN 1 Kalijati, minta anaknya bisa sekolah di SMAN 1 Kalijati, Subang yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka, Selasa (11/7/2023)
Puluhan Orang tua Siswa menggeruduk SMAN 1 Kalijati, minta anaknya bisa sekolah di SMAN 1 Kalijati, Subang yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka, Selasa (11/7/2023) (Tribun Jabar/Ahya Nurdin)

Yang lebih parahnya lagi sebanyak 39 siswa SMP di Desa Banggala Mulya yang akan melanjutkan ke SMAN 1 Kalijati tak ada satupun yang diterima.

Para orangtua mencurigai pihak sekolah lebih mementingkan siswa luar ketimbang siswa di lingkungan desa yang ada di kecamatan Kalijati seperti Desa Banggala Mulya. 

Selain itu disinyalir juga ada siswa luar yang sengaja mendadak pindah domisili agar bisa sekolah ke SMAN 1 Kalijati, Subang.

Neni salah satu orang tua siswa yang anaknya tak diterima di SMAN 1 Kalijati mengaku kecewa dengan pihak sekolah.

" Jelas kami selaku orang tua kecewa karena kami warga pribumi asli Kecamatan Kalijati tak tak diterima di SMAN 1 Kalijati dengan alasan desa Kami di luar zonasi tak bisa sekolah ke SMAN 1 Kalijati," tegasnya

Kalau tak bisa sekolah ke SMAN 1 Kalijati, tambah Neni, anak-anak kami mau sekolah kemana? Ke sekolah Negeri di luar kecamatan Kalijati tak mungkin diterima.

"Di Kecamatan sendiri kami tak masuk Zonasi, apalagi di luar Kecamatan," imbuhnya

Dedi Ahmadi, Wakasek Bidang Humas dan Satpras, mengakui bahwa Desa Banggala Mulya tidak masuk zonasi warganya untuk sekolah di SMAN 1 Kalijati, Kabupaten Subang.

"Kami juga pihak sekolah tak mengerti dengan aturan provinsi, kenapa Desa Banggala Mulya tak masuk Zonasi untuk sekolah di SMAN 1 Kalijati, padahal desa tersebut masih masuk kecamatan Kalijati," ucapnya

Tentunya Kata Dedi, kami prihatin dengan anak-anak di Desa Banggala Mulya karena tak terakomodasi untuk masuk ke SMAN 1 Kalijati.

Puluhan Orang tua Siswa menggeruduk SMAN 1 Kalijati, minta anaknya bisa sekolah di SMAN 1 Kalijati, Subang yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka, Selasa (11/7/2023)
Puluhan Orang tua Siswa menggeruduk SMAN 1 Kalijati, minta anaknya bisa sekolah di SMAN 1 Kalijati, Subang yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka, Selasa (11/7/2023) (Tribun Jabar/Ahya Nurdin)

"Kasihan juga mereka anak-anak calon pemimpin bangsa, karena sistem zonasi tak bisa masuk ke SMAN 1 Kalijati apalagi ke sekolah SMA negeri lain di luar Kecamatan Kalijati," ucapnya

Dedi berharap pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jabar bisa segera mengambil solusi agar anak-anak berjumlah 39 siswa tersebut bisa sekolah ke SMAN 1 Kalijati.

"Solusinya cuma 1 Disdik Provinsi Jabar harus menambah ruang kelas baru di SMAN 1 Kalijati, yang saat ini baru 8 kelas," ujarnya. 

Diolah dari artikel di TribunJateng.com dan TribunJabar.ID

Sumber: Tribun Jateng
Tags:
Mts PakisBanyumaspungliberita viral hari ini
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved