Virus Corona
KASUS Covid-19 Jadi Sorotan WHO Lagi, Bakal Wajibkan Masker Pada Para Pelancong Karena Varian Baru
Kasus Covid-19 di China jadi sorotan, WHO bakal wajibkan masker pada para pelancong atau turis internasional.
Editor: Dhimas Yanuar
TRIBUNSTYLE.COM - Kasus penyebaran Covid-19 jadi sorotan oleh WHO.
Hal ini karena merebaknya kasus Covid-19 di China yang begitu menkhawatirkan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) Selasa (10/1/2023) kemarin mengeluarkan himbauan kepada seluruh pelancong global agar memakai masker karena varian Covid-19 baru mulai menyebar dengan cepat.
“Di Eropa, subvarian XBB.1.5 terdeteksi dalam jumlah kecil tetapi terus bertambah,” kata Catherine Smallwood, pejabat WHO untuk Eropa dalam konferensi pers.
Baca juga: Viral Turis China Positif Covid-19 Kabur dari Karantina Saat Liburan di Korea Selatan, Kini Diburu
Smallwood juga merekomendasikan penumpang di dalam pesawat untuk penerbangan jarak jauh supaya tetap menggunakan masker.
"Ini harus menjadi rekomendasi yang dikeluarkan untuk penumpang yang datang dari mana saja,” katanya.
Dia juga menambahkan bahwa negara-negara di dunia harus menyusun langkah-langkah efektif untuk menekan penyebaran subvarian Omicron XBB.1.5.
Varian Baru

Dikutip dari Reuters, XBB.1.5 merupakan turunan lain dari Omicron, varian virus penyebab Covid-19 yang paling menular dan sekarang dominan secara global.
Subvarian ini merupakan mutasi dari XBB, pertama kali terdeteksi pada Oktober tahun lalu, yang merupakan rekombinan dari dua subvarian Omicron lainnya.
Kekhawatiran tentang XBB.1.5 yang memicu serentetan kasus baru di Amerika Serikat dan sekitarnya terus meningkat di tengah lonjakan kasus Covid di China, setelah negara tersebut melonggarkan kebijakan "nol Covid" khasnya bulan lalu.
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh WHO awal bulan ini, analisis oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China menunjukkan dominasi sublineage Omicron BA.5.2 dan BF.7 di antara infeksi yang didapat secara lokal.
Di saat China mulai menghadapi lonjakan kasus Covid-19, banyak ilmuwan termasuk dari WHO percaya bahwa negara itu kemungkinan besar telah memanipulasi data terkait Covid-19 yang dibagikan.
“WHO menyadari bahwa definisi kasus dari apa yang dianggap sebagai kematian akibat Covid-19 di China sempit dan belum tentu definisi kasus yang direkomendasikan WHO diadopsi oleh negara-negara lain," pungkas Smallwood.
--
Firma data kesehatan yang berbasis di Inggris, Airfinity, memperkirakan sekitar 9.000 orang di China meninggal dunia setiap hari akibat COVID-19.
Angka tersebut naik hampir dua kali lipat dari perkiraan Airfinity pada minggu lalu, menyusul lonjakan kasus COVID-19 di Negeri Tirai Bambu.
Melansir dari Reuters, COVID-19 mulai menyebar ke seluruh China pada November, dan meningkat pesat pada bulan ini setelah Beijing menghapus kebijakan nol-COVID termasuk pengujian PCR reguler pada penduduknya dan publikasi data mengenai kasus COVID-19 tanpa gejala.
Kematian akibat COVID-19 secara kumulatif di China sejak 1 Desember kemungkinan mencapai 100.000 orang dengan total yang terinfeksi berjumlah 18,6 juta orang, kata Airfinity dalam sebuah pernyataan.
Firma data kesehatan itu mengatakan, pihaknya menggunakan pemodelan berdasarkan data dari provinsi China sebelum perubahan baru-baru ini untuk pelaporan kasus mulai diterapkan.
Airfinity memperkirakan kasus COVID-19 di China mencapai rekor pertamanya pada 13 Januari 2023 dengan 3,7 juta kasus dalam sehari.
Perkiraan tersebut berbeda dengan beberapa ribu kasus yang dilaporkan oleh otoritas kesehatan China setiap hari, setelah jaringan nasional tempat pengujian PCR sebagian besar dibongkar karena pihak berwenang beralih dari mencegah infeksi menjadi mengobatinya.
Airfinity juga memperkirakan kematian akibat virus corona di China mencapai puncaknya pada 23 Januari 2023 sekitar 25.000 sehari, dengan kematian kumulatif mencapai 584.000 sejak Desember.
Sejak 7 Desember, ketika China mengubah kebijakannya secara tiba-tiba, pihak berwenang telah melaporkan 10 kematian akibat COVID-19.
Pejabat kesehatan China baru-baru ini mengatakan mereka mendefinisikan kematian akibat COVID-19 adalah seseorang yang meninggal karena gagal napas yang disebabkan oleh COVID-19, tidak termasuk kematian akibat penyakit dan kondisi lain bahkan jika orang tersebut dinyatakan positif virus corona.
Pada Rabu (28/12/2022), jumlah kematian resmi akibat COVID-19 di China mencapai 5.246 orang sejak dimulainya pandemi pada 2020.
Sedangkan Airfinity memperkirakan 1,7 juta kematian di seluruh China pada akhir April, menurut pernyataannya.
Kepala ahli epidemiologi China Wu Zunyou mengatakan pada Kamis (29/12/2022) bahwa tim di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China berencana untuk menghitung kematian akibat COVID-19 secara berbeda.
Tim tersebut "akan mengukur perbedaan antara jumlah kematian dalam gelombang infeksi saat ini dan jumlah kematian yang diperkirakan seandainya epidemi itu tidak pernah terjadi", kata Wu kepada wartawan dalam sebuah pengarahan.
Dengan menghitung apa yang disebut "kematian berlebih", China dapat mengetahui apa risiko yang berpotensi diremehkan atau diabaikan, kata Wu.
--
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Turis China Positif Covid-19 Masih Jadi Buronan Pemerintah Korsel Usai Kabur dari Karantina
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul WHO Imbau Wisatawan Global Pakai Masker, Varian Baru Covid-19 Mulai Menyebar Cepat,
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo