Breaking News:

3 Jenis Vaksin Covid-19 Ini Terbukti Efektif Kurangi Risiko Kritis, dari Sinovac hingga AstraZeneca

Tiga jenis vaksin Covid-19 ini terbukti efektif kurangi risiko kritis, Pfizer, Sinovac, hingga AstraZeneca.

Tribunnews/Irwan Rismawan
Tiga jenis vaksin Covid-19 ini terbukti efektif kurangi risiko kritis, Pfizer, Sinovac, hingga AstraZeneca. 

TRIBUNSTYLE.COM - Tiga jenis vaksin Covid-19 ini terbukti efektif kurangi risiko kritis, Pfizer, Sinovac, hingga AstraZeneca.

Kabar baik datang dari sebuah penelitian yang dilakukan di Malaysia tentang vaksinasi berbagai jenis vaksin yang telah ada.

Dilansir dari Kontan, ternyata 3 vaksin yang dipakai Indonesia sangat mumpuni untuk mengurangi risiko kritis akibat Covid-19.

Apalagi Indonesia yang telah menggunakan vaksin Covid-19 Sinovac sebagai vaksin pertama.

Meski begitu, hal ini tak mengurangi hasil vaksin lain, termasuk dari Pfizer/BioNTech dan AstraZeneca yang menunjukkan tingkat perlindungan yang lebih baik.

Baca juga: Meski Endemik & Tingkat Vaksinasi 80%, Singapura Masih Dihantam Hampir 3000 Kasus Covid-19

Baca juga: Indonesia Waspadai Gelombang Ketiga Covid-19 di Akhir Tahun, Amerika Serikat Sudah Rasakan Akibatnya

Vaksin Sinovac Biotech.
Vaksin Sinovac Biotech. (WANG ZHAO / AFP)

Sinovac sendiri hingga kini masih diawasi terkait efektivitasnya melawan Covid-19.

Hal ini menyusul laporan infeksi di antara petugas tenaga kesehatan yang sudah diimunisasi penuh dengan suntikan Sinovac di Indonesia dan Thailand.

Studi yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia ini menemukan bahwa 0,011% dari sekitar 7,2 juta penerima suntikan Sinovac memerlukan perawatan di unit perawatan intensif (ICU) untuk infeksi Covid-19, kata pejabat kesehatan kepada wartawan, Kamis (24/9/2021).

Sebaliknya, 0,002% dari sekitar 6,5 juta penerima vaksin Pfizer/BioNTech membutuhkan perawatan ICU untuk infeksi Covid-19, sementara 0,001% dari 744.958 penerima vaksin AstraZeneca membutuhkan perawatan serupa.

Kalaiarasu Peariasamy, direktur di Institute for Clinical Research Malaysia yang melakukan penelitian bersama dengan gugus tugas Covid-19 nasional, mengatakan vaksinasi - terlepas dari mereknya - telah mengurangi risiko seseorang untuk dirawat di ruang perawatan intensif sebesar 83% dan menurunkan risiko kematian sebesar 88%.

Hasil tersebut didapat berdasarkan penelitian yang lebih kecil yang melibatkan sekitar 1,26 juta orang.

"Tingkat terobosan untuk penerimaan unit perawatan intensif sangat rendah," katanya.

Dia menambahkan, perawatan ICU secara keseluruhan di antara individu yang sudah divaksinasi penuh mencapai 0,0066%.

Adapun tingkat kematian orang yang divaksinasi lengkap juga rendah yaitu 0,01% dan mayoritas dari mereka berusia di atas 60 tahun atau dengan penyakit penyerta.

Menurut Kalaiarasu, ada perbedaan demografi penerima ketiga vaksin dan hal tersebut bisa menghasilkan hasil yang berbeda.

"Banyak penerima AstraZeneca berada di usia pertengahan dewasa, sementara penerima suntikan Pfizer dan Sinovac sangat banyak untuk populasi yang rentan," katanya.

Penerima AstraZeneca juga menyumbang proporsi penelitian yang jauh lebih kecil, yang melibatkan sekitar 14,5 juta individu yang divaksinasi lengkap dan dilakukan selama lebih dari lima bulan sejak 1 April.

Pada bulan Juli, Malaysia mengatakan akan menghentikan pemberian vaksin Sinovac setelah persediaannya berakhir, karena memiliki cukup banyak vaksin lain untuk programnya.

Vaksin Sinovac telah digunakan secara luas di beberapa negara termasuk China, Indonesia, Thailand dan Brasil, dan perusahaan tersebut mengatakan awal bulan ini telah memasok 1,8 miliar dosis di dalam dan luar negeri.

Malaysia telah sepenuhnya memvaksinasi 58,7% dari 32 juta penduduknya dan memberikan setidaknya satu dosis untuk 68,8% populasinya.

--

Apakah pandemi segera berakhir? Obat molnupiravir dari Merck disebut bisa atasi Covid-19 varian Delta.

Pandemi virus corona di Indonesia sendiri sudah mulai menurun.

Berkat dari PPKM dan vaksinasi, masyarakat dan pemerintah berhasil mengurangi merebaknya lagi virus Covid-19.

Berbagai vaksin juga sudah tersedia untuk segera digunakan, namun hingga kini masih belum ada obat khusus untuk Covid-19 itu sendiri.

Namun kali ini ada kabar baik, pabrik farmasi Merck dari Amerika Serikat Jumat, (1/10/2021), dilansir dari Vox, melaporkan telah membuat obat yang berhasil turunkan risiko Covid-19.

Mereka mengklaim bahwa obat antivirusnya, molnupiravir mengurangi risiko saat dirawat dan kematian pada pasien yang berisiko hingga 50 persen, menurut analisis sementara perusahaan.

Baca juga: Meski Endemik & Tingkat Vaksinasi 80%, Singapura Masih Dihantam Hampir 3000 Kasus Covid-19

Baca juga: Dicekal di Jepang & Korea, Vaksin Sinovac Nyatanya Bisa Kurangi Risiko Kritis Saat Covid-19

Obat Molnupiravir dari Merck.
Obat Molnupiravir dari Merck. (Merck.com)

Pengobatan Covid-19 yang baru dan efektif – jika disetujui oleh regulator kesehatan – dapat menjadi alat serbaguna bagi dokter untuk merawat pasien Covid-19.

Hingga pada akhirnya dapat menyelamatkan nyawa para pengidap, dan mengurangi resiko merebaknya kembali virus corona jenis lain.

Meskipun ada sejumlah obat untuk Covid-19 di pasaran, banyak di antaranya masih punya harga mahal, sulit dilakukan, tidak tersedia secara luas, atau kurang efektif.

Sementara itu, pengobatan yang memiliki sedikit bukti, seperti obat antiparasit ivermectin dan obat antimalaria hydroxychloroquine, masih menarik banyak orang.

Obat antivirus remdesivir, sendiri saat ini menjadi satu-satunya obat dengan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS untuk mengobati Covid-19.

Molnupiravir, yang awalnya dikembangkan untuk mengobati influenza, disebut bisa mengatasi permasalahan obat-obat Covid-19 sebelumnya.

Molnupiravir diberikan sebagai pil dua kali sehari selama lima hari.

Obat ini disebut lebih terjangkau pada semua warga masyarakat.

Meski begitu, Molnupiravir juga diklaim masih memiliki bobot ilmiah yang kurang.

Temuan Merck memang berasal dari uji klinis fase 3 acak dari 775 pasien Covid-19 dewasa.

Para peserta memiliki penyakit ringan hingga sedang dan dianggap berisiko tetapi tidak dirawat di rumah sakit ketika uji coba dimulai pada awal Agustus.

Pada hari ke-29 uji coba, 7,3 persen pasien yang menerima molnupiravir meninggal atau dirawat di rumah sakit, dibandingkan dengan 14,1 persen pasien yang berada dalam kelompok plasebo (artinya mereka tidak menerima obat).

Merck mengatakan molnupiravir juga efektif melawan varian virus corona, termasuk gamma, delta, dan mu.

Merck akan mengajukan permohonan otorisasi penggunaan darurat untuk obat ini dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.

Hal ini memungkinkan dokter untuk mulai meresepkannya untuk pasien. Pemerintah federal sudah merencanakan persetujuan potensialnya.

Apakah Indonesia akan mengikuti jejak Amerika Serikat untuk memakai obat Molnupiravir?

--

Sebuah perusahaan farmasi asal Amerika Serikat kini sedang mencari izin penggunaan darurat dalam dan luar negeri untuk penggunaan molnupiravir obat antivirus oral yang diklaim bisa menyembuhkan covid-19.

Dilansir dari Stat News, Jumat (1/10/2021), pemberian obat molnupiravir selama lima hari mampu mengurangi waktu perawatan di rumah sakit dan risiko kematian, dibandingkan dengan menggunakan obat plasebo.

Produsen obat ini juga mengklaim molnupiravir berpotensi menjadi obat antivirus covid-19 oral pertama di dunia.

Perusahaan farmasi Merck akan meminta otorisasi pengawas obat dan makanan Amerika Serikat untuk obat oral Covid-19 bernama Molnupiravir setelah terbukti mengurangi hingga 50 persen pasien yang baru terinfeksi perlu dirawat di rumah sakit, seperti dilansir France24, Jum'at (1/10/2021).

“Dengan hasil yang meyakinkan ini, kami optimis Molnupiravir dapat menjadi obat penting dalam upaya global memerangi pandemi,” kata Robert Davis, CEO dan presiden perusahaan, dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Jurban mengatakan, obat molnupiravir tidak bermanfaat bagi orang yang memiliki gejala covid-19 yang berat.

Serta guru besar fakultas kedokteran Universitas Indonesia Candra Yoga Aditama menyebut, obat molnupiravir sama sekali belum bisa menggantikan 3M, 3T dan vaksinasi.

(*)

Artikel terkait Covid-19>>>

(Tribunstyle/ Dhimas Yanuar)

Sebagian artikel ini pernah tayang di KompasTV dengan judul: IDI: Obat Molnupiravir Tidak Bermanfaat Bagi Orang yang Miliki Gejala Covid-19 Berat

Sumber: TribunStyle.com
Tags:
Covid-19vaksinSinovacAstraZeneca
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

berita POPULER

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved