Trending Hari Ini
Jusuf Kalla Tentang Taliban di Afghanistan, 'Tak Seperti Dua Puluh Tahun yang Lalu'
Jusuf Kalla: Afghanistan di Bawah Kepemimpinan Taliban akan Berubah, Tak Seperti 2 Dasawarsa Lalu
Editor: Dhimas Yanuar
TRIBUNSTYLE.COM - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menilai Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban saat ini akan mengalami transformasi apabila disiplin di seluruh negara itu tetap dipertahankan.
Menurut Jusuf Kalla, Taliban sudah mengalami perubahan ke arah yang lebih moderat. Tidak seperti dua dasawarsa lalu yang cenderung kaku dan keras.
Hal itu dapat dilihat saat JK mengundang Taliban dan Pemerintah Afghanistan ke Jakarta untuk perundingan damai yang dipimpin oleh Indonesia.
Baca juga: Cegah Imigran Ilegal dari Afghanistan, Yunani Bangun Pagar Batas hingga 40 Km: Perbatasan Kami Kuat
Baca juga: Angelina Jolie Akhirnya Buat Akun Instagram, Unggahan Pertama Suarakan Derita Rakyat Afghanistan

Jusuf Kalla diketahui pernah mengundang kedua belah pihak ke Jakarta untuk membicarakan mengenai perdamaian di Afghanistan.
"Saat ini ketika terjadi perubahan politik, sejauh ini tidak terjadi perang saudara," kata Jusuf Kalla dalam diskusi publik bertajuk 'Masa Depan Afghanistan dan Peran Diplomasi Perdamaian Indonesia' pada Sabtu (21/8/2021), dikutip dari Tribunnews.com.
Jusuf Kalla menuturkan, soal adanya larangan terhadap wanita untuk bekerja misalnya, mungkin akan berubah. Oleh sebab itu, ketika terjadi pengambilalihan kekuasaan relatif berlangsung damai.
Sebelum terjadi perubahan politik, kata Jusuf Kalla, di Afghanistan terdapat tiga pihak yakni Amerika Serikat, pemerintah Afghanistan, dan kelompok Taliban.
"Dan sebenarnya konfrontasi terjadi antara Taliban dengan Amerika Serikat," ucap Jusuf Kalla.
"Dan ketika Amerika Serikat meninggalkan Afghanistan maka Taliban dengan cepat dapat menguasai Afghanistan."
Lebih lanjut, Jusuf Kalla menuturkan, sebenarnya adanya keinginan damai antara pemerintah Afghanistan dengan Taliban sebelum terjadi pengambilalihan kekuasaan pada 16 Agustus lalu.
Keyakinan Jusuf Kalla ini didasari pertemuan empat kali dengan pimpinan Taliban saat menjalani perundingan damai di Jakarta dan Qatar saat menjadi Wapres dulu.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung sikap pemerintah Indonesia untuk memberi kesempatan kepada Taliban untuk mengatur proses peralihan kekuasaan secara damai.
Apalagi, kata Hidayat, Taliban sudah mendeklarasikan beberapa hal sebagai jawaban atas kekhawatiran dari dunia internasional.
Taliban mengaku akan menghargai hak perempuan dan anak, tidak akan menoleransi tindakan terorisme serta melaksanakan pemerintahan secara moderat.
Menurut Hidayat, saat ini pilihan paling rasional bagi pemerintah Indonesia adalah membersamai proses perubahan yang terjadi di Afghanistan.
"Kita beri kesempatan kepada rakyat Afghanistan untuk berkompromi menentukan nasibnya sendiri," ujar Hidayat Nur Wahid.
"Meskipun sikap politik kita adalah bebas aktif, namun bukan berarti kita bebas tidak memberikan sikap apapun dan membiarkan rakyat Afghanistan terus dalam kehidupan yang tidak menentu."
Lebih lanjut, Hidayat menuturkan, Indonesia juga harus berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia.
"Indonesia harus juga berperan aktif mewujudkan perdamaian dunia sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia," ujarnya.
Hidayat juga menyambut baik perubahan sikap Taliban saat ini. Menurutnya, Taliban sudah jauh berubah dari yang digambarkan media sebelumnya.
Kebijakan dan pandangan yang disampaikan kepada publik jauh relatif moderat, sehingga tidak tepat bila dunia Internasional tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk memimpin Afghanistan.
"Kalau mau dibilang tempat terorisme, ISIS, nyatanya Taliban malah mengeksekusi pimpinan ISIS yang sebelumnya ditangkap," ucap Hidayat.
"Kalau mau dituduh wahabi dan radikal faktanya mereka menganut mazhab hanafiah yang kultur dan tradisi beragamanya sama dengan NU. Jadi semua tuduhan negatif yang selama ini diarahkan ke Taliban tidak relevan lagi."
(*)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Fadhilah