Tokoh Viral Hari Ini
Profil Siti Fadilah Supari, Mantan Menteri Kesehatan Kontroversial yang Berani Menentang WHO
Inilah profil Siti Fadilah Supari, mantan Menteri Kesehatan di era SBY yang kerap menjadi sorotan karena kontroversinya.
Penulis: Amirul Muttaqin
Editor: Ika Putri Bramasti
Reporter: Amirul Muttaqin
TRIBUNSTYLE.COM - Inilah profil Siti Fadilah Supari, mantan Menteri Kesehatan di era SBY yang kerap menjadi sorotan karena kontroversinya.
Siti Fadilah Supari dikenal sebagai dokter jantung sekaligus dosen yang sempat menjabat sebagai Menteri Kesehatan Indonesia dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namanya kerap menjadi sorotan karena pernyataan serta tindakan yang kontroversial.
Dikutip dari berbagai sumber, inilah profil Siti Fadilah Supari selengkapnya.
Baca juga: DUKA Irwansyah, Ditinggal Ayah Selama-selamanya Akibat Covid-19, Zaskia Sungkar Nangis dari Kejauhan
Baca juga: CERITA PILU Imam Darto, Sang Kakak Meninggal Akibat Covid-19, Sempat Ditolak 4 RS karena IGD Penuh
Biodata
Siti Fadilah Supari lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada 6 November 1949.
Tahun 2021 ini, ia genap menginjak usia 72 tahun.
Siti Fadilah menikah dengan Ir. Muhamad Supari (alm) dan dikaruniai 3 orang anak.
Ia menghabiskan masa kecil hingga remajanya di kota kelahirannya.
Siti Fadilah menyelesaikan pendidikan menengah atasnya di SMAN 1 Surakarta.
Ia kemudian berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan meraih gelar sarjana pada tahun 1972.
Pada 1987, Siti Fadilah meraih gelar master (S-2) untuk penyakit jantung dan pembuluh darah dari Universitas Indonesia pada 1987.
Pada 1996, ia menerima gelar doktor (S-3) dari Universitas Indonesia.
Selain menempun pendidikan di berbagai universitas kenamaan Tanah Air, Siti Fadilah juga sempat mengikuti berbagai kursus hingga ke luar negeri.
Ia mengambil kursus Kardiologi Molekuler di Heart House Washington DC, Maryland, Amerika Serikat pada 1993 dan kursus Epidemiologi di Fakultas Universitas Indonesia pada 1997.
Pada 1998, Siti Fadilah kursus Preventive Cardiology di Goteborg, Swedia dan peneliti di Bowman Grey Comparative Medicine di Universitas Wake Forest, Amerika Serikat.
Perjalanan karier
Siti Fadilah Supari merupakan seorang dokter ahli jantung.
Ia telah menjabat sebagai ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita selama 25 tahun.
Siti Fadilah juga sempat menjadi Kepala Unit Penelitian Yayasan Jantung Indonesia dan Kepala Pusat Penelitian Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Ia kemudian menjadi dosen tamu di berbagai kampus kenamaan Tanah Air, termasuk di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, di Pasca Sarjana Jurusan Epidemiologi Universitas Indonesia.
Siti Fadilah pun menjadi pengajar Departemen Jantung dan Pembuluh Darah Pusat Jantung Nasional Harapan Kita/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan staf pengajar kardiologi di Universitas Indonesia.
Kiprahnya di dunia kesehatan membuat Siti Fadilah ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjabat sebagai Menteri Kesehatan pada 20 Oktober 2004.
Kala itu, ia mengaku terkejut menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan SBY.
Serah terima jabatan Menkes dari Achmad Sujudi ke Siti Fadilah dilakukan di Jakarta pada 21 Oktober 2004.
Selama menjabat sebagai Menkes, Siti Fadilah telah menangani berbagai kasus terkait kesehatan.
Satu di antaranya adalah kasus penularan flu burung dari unggas ke manusia yang terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia pada 2005.
Selaku Menkes, ketika itu Siti Fadilah mengkritik upaya badan kesehatan dunia (WHO) yang menurutnya terlalu membesar-besarkan kasus flu burung.
Menkes mempertanyakan, kenapa hanya flu burung yang menjadi isu dunia padahal masih banyak jenis penyakit lain di antaranya Tuberculosis (TBC) yang menelan korban ratusan orang tiap hari di seluruh dunia tetapi tidak mendapat perhatian WHO.
Sementara flu burung yang hanya korbannya sedikit menjadi perhatian yang luar biasa dan cukup mengagetkan dunia.
"Kenapa menjadi isu begitu mengejutkan dunia? Karena negara-negara maju terancam sedang penyakit TBC hanya mengancam negara-negara miskin," kata Siti Fadilah seperti dikutip dari Kompas.com.
"Ini adalah satu bentuk ketidakadilan," tegasnya.
Siti Fadilah saat itu juga menyetop pengiriman sampel virus flu burung dari Indonesia ke WHO untuk diteliti dan dibuatkan vaksinnya.
Ia menilai nantinya Indonesia akan dibuat bergantung kepada WHO dan negara-negara maju yang menjadi produsen vaksin untuk menghentikan wabah flu burung di Tanah Air.
Menurut Siti Fadilah, hal itu sama saja membiarkan negara kaya mengambil keuntungan dari negara miskin dengan cara memanfaatkan wabah yang sedang terjadi.
Penyetopan pengiriman sampel virus flu burung ke WHO itu lantas menjadi kontroversi yang membuatnya menjadi sorotan.
Saat kasus flu burung mulai mereda, Siti Fadilah menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung”.
Buku itu lalu ramai dibahas media luar negeri karena dianggap menentang WHO dalam menangani wabah flu burung.
“Saya hanya bermaksud menggugat ketidakadilan yang sudah berlangsung puluhan tahun dalam mekanisme yang berlaku di WHO,” ujar Siti Fadilah sebagaimana dikutip Antara saat buku tersebut ramai dibahas.
Pada bulan Oktober 2009, Presiden SBY secara resmi melantik menteri Kabinet Bersatu II
Endang Rahayu Sedyaningsih ditunjuk sebagai pengganti Siti Fadilah sebagai Menteri Kesehatan yang baru.
Usai menjabat Menkes, Siti Fadilah Supari justru tersandung kasus korupsi dalam pengadaan alat kesehatan untuk penanganan kasus flu burung.
Ia divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Siti Fadilah juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Menurut majelis hakim, ia terbukti menyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan.
Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Siti Fadilah menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 5,7 miliar.
Ia terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Siti Fadilah kemudian menghirup udara bebas pada 31 oktober 2020.
Baca juga: Berjuang Lawan Covid-19 Bareng Anak dan Pengasuh, Tya Ariestya Beber Kondisi Terkini Jalani Isoman
Baca juga: Sempat Buat Video Sebelum Berjuang Kemo & Positif Covid-19, Imel Putri Bahas soal Hikmah saat Sakit
Siti Fadilah Supari beberapa kali menjadi sorotan di tengah pandemi Covid-19.
Satu di antaranya adalah saat dirinya turut menjadi relawan vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu.
Ia melibatkan diri karena mengaku mendukung penelitian Terawan meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hingga kini belum mengeluarkan izin uji klinis fase II atas vaksin tersebut.
"Saya menghargai pendapat dokter Terawan yang saya sudah kenal. Dia seorang researcher. Nah, saya mendukung dengan cara mengikuti penelitian ini. Karena ini baru penelitian," kata Siti Fadilah dikutip dari Kompas TV.
Siti Fadilah mengatakan, para relawan vaksin Nusantara masih mengikuti tahap penelitian, belum sampai divaksinasi.
Ia mengaku sudah melakukan proses pengambilan sampel darah untuk uji klinis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, pada Kamis (15/4/2021).
"Ini penelitian. Bukan vaksinasi, tapi penelitian," ujar dia.
Siti Fadilah mengaku memiliki komorbid atau penyakit bawaan sehingga tidak bisa menerima vaksin Covid-19 yang sudah ada.
Oleh karena itu, meski vaksin Nusantara belum mendapat izin BPOM, ia berharap bisa mendapat vaksin melalui penelitian vaksin Nusantara.
"Saya orang tua yang mempunyai komorbid, saya tahu tidak bisa dengan vaksin yang ada. Nah ini ada suatu harapan atau kemungkinan bahwa ini lebih personal dan memang harus personal," kata Siti Fadilah.
Adapun BPOM hingga saat ini BPOM belum mengeluarkan izin persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK) fase II vaksin Nusantara karena sejumlah alasan.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, sejumlah syarat belum dipenuhi oleh vaksin tersebut.
Syarat yang dimaksud di antaranya cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
BPOM bahkan sudah jauh-jauh hari menemukan kejanggalan dalam penelitian vaksin ini.
Maret lalu, Penny mengatakan bahwa penelitian vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah medis.
Hal itu karena terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021), dikutip dari Kompas.com.
(Tribunstyle/ Amr).
Sebagian artikel telah tayang di Kompas.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/style/foto/bank/originals/profl-siti-fadilah-supari.jpg)