Breaking News:

7 Puisi Terbaik Sapardi Djoko Damono, dari 'Hujan Bulan Juni' hingga 'Yang Fana Adalah Waktu'

Inilah 7 puisi terbaik Sapardi Djoko Damono, dari 'Hujan Bulan Juni' hingga 'Yang Fana Adalah Waktu'.

Penulis: Amirul Muttaqin
Editor: vega dhini lestari
Gramedia
Sastrawan Sapardi Djoko Damono 

TRIBUNSTYLE.COMInilah 7 puisi terbaik Sapardi Djoko Damono, dari 'Hujan Bulan Juni' hingga 'Yang Fana Adalah Waktu'.

Sastrawan Sapardi Djoko Damono meninggal dunia hari ini, Minggu (19/7/2020).

Ia mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.

Sapardi sempat mendapatkan perawatan karena faktor usia yang membuat fungsi organ menurun dan adanya infeksi berat.

Profil Sapardi Djoko Damono, Perjalanan Hidup hingga Deretan Karya Penyair Hujan Bulan Juni

Sastrawan Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia, Pak Sapardi Trending di Twitter

Sapardi Djoko Damono
Sapardi Djoko Damono (Kompas.Id)

Sapardi Djoko Damono dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan dan romantis.

Tak heran jika banyak karyanya yang sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Dikutip dari berbagai sumber, inilah 7 puisi terbaik Sapardi Djoko Damono.

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari.

Penyair Sapardi Djoko Damono
Penyair Sapardi Djoko Damono (Gramedia via Kompas.com)

Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari

Waktu berjalan ke Barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan

Sajak-Sajak Kecil tentang Cinta

Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat

Mencintai cakrawala harus menebas jarak

Mencintai-Mu harus menjelma aku

Hatiku Selembar Daun

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi

Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.
Kita abadi.

(Tribunstyle.com/ Amr)

BACA JUGA:

Kenang Arswendo Atmowiloto, Berikut Deretan Karya yang Tetap Hidup di Hati Penikmat Sastra

5 Fakta Pierre Coffin, Kreator Karakter Minions, Putra Sastrawan Indonesia NH Dini

 
Sumber: TribunStyle.com
Tags:
Sapardi Djoko DamonopuisiHujan Bulan JuniRumah Sakit Eka Hospital BSDTangerang Selatan
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved