Virus Corona
KABAR BAIK! Ilmuwan Singapura Sebut Corona Indonesia Berakhir Juni 2020, Benarkah? Ini Kata Pakar UI
Kabar gembira! Ilmuwan Singapura menyebut wabah virus corona atau Covid-19 di Indonesia akan berakhir pada bulan Juni 2020.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNSTYLE.COM - Kabar gembira! Ilmuwan Singapura menyebut wabah virus corona atau Covid-19 di Indonesia akan berakhir pada bulan Juni 2020.
Benarkah perkiraan tersebut akan menjadi kabar sejuk yang nyata?
Inilah tanggapan dari pakar epidemiologi dari Kampus Universitas Indonesia (UI).
Ilmuwan dari Universitas Teknologi dan Desain Singapura (SUTD) memprediksi wabah Covid-19 di Indonesia sedang memasuki masa puncak dan akan berakhir pada Juni 2020.
Prediksi yang dibuat oleh Laboratorium Inovasi Berbasis Data (DDI SUTD) itu ditampilkan dalam situs resminya dengan judul "Kapan Covid-19 Berakhir?".
Situs tersebut melakukan pemantauan perkembangan Covid-19 di puluhan negara, termasuk Indonesia.
Disebutkan dalam situs tersebut, tim menggunakan perhitungan dengan model SIR, akronim dari susceptible (rentan)-infected (tertular)-recovered (sembuh) untuk memperkirakan kurva pandemi virus Corona di suatu negara dan kapan akan berakhir.
Ahli menggunakan pengkodean dari Milan Batista dan data dari Our World in Data.
• Sebut Soal Konspirasi di Balik Virus Corona, Jerinx SID Siap Disuntik Covid-19, Ajukan Syarat Ini
• Model 23 Tahun Sudah 60 Hari Dirawat Karena Corona, Hasil Tesnya Masih Saja Positif, Dokter Bingung
Untuk Indonesia, tim dalam studi ini menuliskan bahwa puncak pandemi adalah tanggal 19 April 2020.
Sementara itu, pandemi di Tanah Air 97 persen berakhir pada 4 Juni 2020 dan 99 persen berakhir pada 20 Juni 2020.

Dalam situs SUTD, tim mengatakan bahwa pelaporan ini hanya bertujuan untuk penelitian dan edukasi, yang mungkin memiliki kesalahan.
"Pembaca harus mencerna prediksi apa pun dengan hati-hati.
Terlalu optimis dengan perkiraan tanggal kapan akan berakhir akan menjadi berbahaya dan dapat melonggarkan disiplin serta kontrol diri, dan justru perputaran virus dapat terus terjadi," tulis tim dalam situs mereka.
Tanggapan pakar epidemiologi UI
Berkaitan dengan prediksi ini, Kompas.com pun meminta tanggapan pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono.
Pandu mengaku bingung ketika membaca laporan SUTD tersebut.
Pasalnya, tim yang terlibat dalam studi berhasil menentukan kapan tepatnya pandemi Covid-19 berakhir, hingga mengetahui tanggal berapa.
"Biasanya yang didapat (dari model simulasi) adalah perkiraan bulan, atau pada minggu ke berapa dalam bulan tersebut. Bukan tanggal," kata Pandu kepada Kompas.com, Selasa (28/4/2020).
Berkaitan dengan ini, Pandu pun enggan berkomentar lebih jauh.
Dia justru berkata, tanggal itu sebaiknya dijadikan target kita bersama dalam memerangi Covid-19.
Terlebih Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjanjikan di bulan Juli nanti masyarakat dapat hidup normal.
"Gugus Tugas berkata Juni (pandemi Covid-19) bisa berakhir dan Juli kembali normal. Ini mereka sudah janji, dan harus dibuktikan," ungkapnya.
Sebagai pengingat, Senin (27/4/2020) Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan kehidupan masyarakat dapat kembali normal pada bulan Juli.
"Presiden menegaskan berulang kali tentang pentingnya upaya kita untuk melakukan tes masif pada April dan Mei.
Ini dilanjutkan dengan pelacakan yang agresif serta isolasi yang ketat," kata Doni melalui konferensi video usai rapat bersama Presiden Joko Widodo, Senin (27/4/2020).
"Agar pada Juni mendatang kita mampu menurunkan kasus covid di Indonesia, sehingga pada Juli diharapkan kita sudah bisa mulai mengawali hidup normal kembali," kata dia.

Untuk sampai ke target tersebut apa yang harus dilakukan?
Pandu mengatakan, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) merupakan upaya nyata yang menunjukkan hasil.
Oleh sebab itu, pemberlakuan PSBB sebaiknya dilakukan di seluruh wilayah Indonesia tanpa kecuali, mengingat penyebaran Covid-19 ini juga sudah merata di Tanah Air.
Doni Monardo pun mengatakan, penyebaran virus corona di DKI Jakarta semakin mengalami perlambatan dari waktu ke waktu setelah PSBB diterapkan.

"Kami jelaskan juga khusus DKI, perkembangan yang terakhir kasus positif telah mengalami perlambatan yang sangat pesat," kata Doni seusai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, kemarin.
"Saat ini sudah mengalami flat dan kita berdoa semoga tidak terlalu banyak lagi kasus positif yang terjadi," lanjut dia.
Doni menyatakan, perlambatan penularan di DKI terjadi karena penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah berjalan dengan baik.
Dengan PSBB, maka kegiatan masyarakat yang berpotensi menularkan virus dibatasi.
Dikatakan Pandu, jika PSBB diakui dapat memutus mata rantai penyebaran virus, maka hal ini harus dilakukan di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.
Tujuannya untuk mencapai target, bulan Juni pandemi Covid-19 di Indonesia benar-benar berakhir.
Selain PSBB, tes masif juga harus dilakukan di seluruh lapisan masyarakat untuk mengetahui pasti berapa orang yang terinfeksi Covid-19 dan ada upaya penanganan untuk pasien positif.
"Janji gugus tugas itu harus ditepati, agar target tercapai," ungkap Pandu.
Menurut data Worldmeters, jumlah tes yang dilakukan Indonesia hingga hari ini masih sangat kecil.
Total baru 75.157 tes yang dilakukan, atau hanya 275 per satu juta penduduk yang melakukan tes.

Mengapa Korban Meninggal Virus Corona Lebih Banyak Kaum Pria? Ini 5 Kelemahan Lelaki
Sementara itu, fakta menunjukkan kaum pria lebih banyak jadi korban meninggal dunia virus corona, mengapa?
Dilansir dari Kompas.com, pernyataan jika pria lebih rentan beresiko untuk meninggal ini telah direplikasi di semua negara terdampak corona.
Kendati demikian, para ilmuan masih belum bisa untuk memahami apa yang menjadi penyebabnya.
Menurut data terbaru Inggris dari Kantor Statistik Nasional mengungkapkan jika pria dua kali lebih mungkin meninggal karena penyakit ini.
Menurut situs Theguardian.com, tren pertama kali terlihat di negara China.
Di negara tersebut ada satu analisis yang menemukan tingkat kematian 2,8% pada pria dibanding dengan 1,7% pada wanita.
• Pantas Dicari Erick Thohir, Tenyata Ini Hebatnya Alat Napas yang Dikirim Amerika untuk Pasien Corona
• Posisi Tengkurap Jadi Rahasia Selamatkan Nyawa Pasien Corona, Terbukti Bermanfaat untuk Penyembuhan

Kemudian tren di China itu di cerminkan dengan negara lainnya seperti Prancis, Jerman, Iran, Italia, Korea Selatan dan Inggris.
Di Italia, 71% dari keseluruhan kasus adalah pria yang meninggal akibat corona.
Kemudian di Spanyol, jumlah pria yang meninggal juga dua kalinya dari jumlah wanita.
Lantas mengapa pria lebih rentan meninggal karena corona dibanding wanita?
Berikut TribunStyle.com rangkum apa saja penyebab pria dapat dikategorikan lebih rentan dibanding wanita, dilansir dari berbagai sumber, diantaranya:
1. Usia

Usia dinggap menjadi penyebab seseorang lebih rentan terinfeksi virus corona dan meninggal karenanya.
Hal ini disebabkan karena seiring bertambahnya usia seseorang, tubuh telah mengalami penurunan berbagai hal termasuk sitem imunitas akibat penuaan.
Selain itu, sistem imun yang berlaku sebagai pelindung tubuh dari ancaman penyakit kurang maksimal dalam memerangi virus.
Ketidak maksimalan dari sistem imun dalam menjaga tubuh, membuat seseorang pria yang berusia lanjut jadi rentan meninggal akibat corona.
2. Kebiasaan

Faktor yang mempengaruhi pria menjadi lebih rentan meninggal akibat corona adalah kebiasaan.
Seperti yang diketahui, pria memiliki sifat simpel dalam menjalankan hidup.
Menurut penelitian, pria memiliki kecenderungan untuk mencuci tangan tanpa menggunakan sabun.
Pria juga dinilai kerap mengabaikan kondisi kesehatan dan nasihat dari orang lain.
Hal ini menjadi pemicu kerentanan pria dua kali lebih beresiko meninggal karena corona.
3. Perokok

Dilansir dari berbagai sumber, pria yang merokok juga menambah resiko meninggal dua kali lebih banyak dari wanita.
Menurut analisis Journal of Epidemiology & Comunity Health pada tahun 2017, 54% pria China dewasa merokok tembakau dibanding wanita yang hanya 2,6% di China.
Selain itu, merokok ialah aktivitas yang dilakukan dengan cara menghirup asapnya.
Aktivitas ini memungkinkan pria lebih beresiko karena dengan merokok, pria lebih sering menyentuh bibir.
Apabila rokok itu telah terkontaminasi virus corona, ia sangat mudah terinfeksi.
4. Penyakit yang diderita sebelumnya

Seperti yang diketahui, virus corona menyerang pada paru-paru orang yang terinfeksi.
Apabila sebelum terjangkit virus ini seseorang telah memiliki penyakit kronis, maka resiko kematian sangat besar pada penderitanya.
Penyakit kronis ini ialah yang berhubungan dengan organ vital manusia seperti jantung, kanker dan diabetes.
Penyakit jantung misalnya kerap diderita pria ketimbang wanita.
5. Kekebalan tubuh pria lebih rendah dari wanita

Dilansir dari Theguardian.com, pria memiliki kekebalan tubuh lenih rendah untuk menghadapi berbagai macam indeksi daripada wanita.
Hormon juga dapat berperan, misalnya hormon estrogen telah terbukti meningkatkan respons antivirus sel-sel imun.
Dan banyak gen yang mengatur sistem kekebalan, misalnya pada kromosom X (di mana pria hanya memiliki satu, dan wanita memiliki dua) dan karenanya ada kemungkinan bahwa beberapa gen yang terlibat dalam respons kekebalan lebih aktif pada wanita daripada pada pria.(TribunStyle.com/Tsania Fadilah/ Gloria Setvyani )
Sebagian artikel mengutip Kompas.com dengan judul: Tanggapan Ahli UI Soal Prediksi Corona di Indonesia Berakhir Juni
BACA Juga:
• Setelah Dituduh Konspirasi Pembuat Virus Corona, Bill Gates: Jutaan Dollar Saya Untuk Vaksin Covid
• MENGAPA Corona Ganas & Mematikan? Lihat Detik-detik Covid-19 Tembus Membran Sel, Lalu Merusaknya