Virus Corona
Miris! Sewa Ambulans untuk Guru Ngaji yang ODP Corona Ini Ditarif Rp 15 Juta, Semua Tabungan Ludes
Seorang guru ngaji jadi korban meninggal akibat Covid-19, keluarga besarnya kini harus iuran untuk bayar proses pemakaman sebesar Rp 15 juta.
Editor: Monalisa
TRIBUNSTYLE.COM - Seorang guru ngaji jadi korban meninggal akibat Covid-19, keluarga besarnya kini harus iuran untuk bayar proses pemakaman sebesar Rp 15 juta.
Sudah kehilangan orang yang disayang, keluarga korban meninggal akibat Covid-19 ini juga harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit.
Tak tanggung-tanggung, keluarga harus membayar Rp 15 juta untuk menguburkan jenazah guru ngaji di Tangerang ini lantaran terkena virus corona.
Padalah saat meninggal dunia, jenazah guru ngaji ini masih berstatus sebagai Orang Dalam Pengawasan atau OPD virus corona.
Alhasil demi segera memakamkan jenazah, keluarga pun terpaksa iuran bersama untuk menutup biaya Rp 15 juta tersebut.
Seperti yang dilansir dari Serambi News, keluarga jenazah Covid-19 di wilayah Ciledug, Kota Tangerang tengah merasakan duka yang mendalam.
• Taiwan Umumkan Nol Kasus Corona Sebulan Terakhir, Inilah Strategi Sukses yang Diambil Pemerintah
• Benarkah Pandemi Corona Segera Berakhir? 6 Hal Ini Jadi Pertanda Baik & Tumbuhkan Semangat Baru

Selain harus ditinggal anggota keluarga untuk selamanya, mereka terpaksa merogoh uang Rp 15 juta tersebut salah satunya untuk membayar sewa mobil ambulans.
Daryanto yang merupakan keponakan korban menjelaskan, tantenya ini sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) Covid-19.
Korban dinyatakan meninggal dunia di RS Bakti Asih, Kota Tangerang.
Namun keluarga mengaku kesulitan untuk memakamkan korban yang merupakan perempuan berusia 50 tahun ini.
• Sehari Antar Puluhan Korban Corona, Sopir Mobil Jenazah Buat Najwa Shihab Tertunduk Sedih
Daryanto menyebut dirinya menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan 112 mobil ambulans milik Pemkot Tangerang.
"Makanya dari pada saya menunggu lama khawatir jenazah sudah bau, saya inisiatif sewa mobil ambulans lain," ujar Daryanto kepada Warta Kota, Rabu (15/04).
Ia menggunakan jasa Tangerang Ambulans Service.
Dan telah melakukan kesepakatan untuk melakukan pembayaran.
"Bayar Rp. 15 juta. Itu layanannya selain ambulans ada juga peti mati dan dilengkapi alat pelindung diri (APD) sesuai prosedur pemakaman Covid-19," ucapnya.
Serambi News, Kwitansi bukti pembayaran sewa ambulans
Menurutnya keluarga pun merelakan uang tersebut. Dan segera memakamkan korban di tanah wakaf dekat kediamannya yakni Ciledug, Kota Tangerang.
"Beruntungnya uangnya enggak pinjam sana pinjam sini. Korban guru ngaji punya tabungan sekitar Rp. 8 juta.
Sisanya anggota keluarga lain pada urunan," kata Daryanto.
Daryanto mengaku kecewa dengan Pemerintahan Kota Tangerang.
"Kecewa, dalam hal ini pemerintah tidak tanggap," ujar Daryanto warga asal Ciledug, Kota Tangerang itu kepada Warta Kota, Rabu (15/04).
• POPULER Disiplin Karantina Mandiri 3 Pekan, Wanita Ini Tertular Corona Karena Hal Sepele
Ia menjelaskan awalnya korban dilarikan ke RS Bakti Asih, Kota Tangerang. Kemudian pihak dokter menyatakan bahwa korban merupakan Orang Dalam Pemantauan (ODP) Covid-19.
"Ada masalah di paru-parunya, setelah menjalani perawatan meninggal dunia.
Kemudian pihak rumah sakit menelepon layanan 112 Pemkot Tangerang untuk membawa jenazah tante saya ini," ucap Daryanto.
"Tapi ditunggu-tunggu lama datangnya.
Malah tidak ada jawaban.
Jenazah tante saya keburu bau dan harus segera dimakamkan," sambungnya.
Daryanto pun berinisiatif untuk menyewa jasa mobil Tangerang Ambulans Service.
Terjadi kesepatakan dengan biaya Rp 15 juta.
"Apa karena tante saya ini hanya ODP jadinya tidak dilayani mobil Ambulans 112 Pemkot Tangerang itu.
Apa karena korban menggunakan BPJS."
"Terus terang saya kecewa, peran pemerintah di sini terasa tidak ada. Semoga tidak ada korban lainnya yang mengalami seperti ini lagi," kata Daryanto.(*)
Sebagian artikel ini sudah tayang di GridStar.id dengan judul Miris! Keluarga Seorang Guru Ngaji Ini Harus Kuras Semua Tabungan Demi Bisa Makamkan Jenazah Kerabatnya yang Berstatus ODP Covid-19, Puluhan Juta Habis Tak Tersisa untuk Sewa Ambulans dan Bayar Petugas

Dikucilkan karena Tetangganya Meninggal Akibat Corona, Keluarga Ini Terpaksa Hidup Miris di Hutan
Satu keluarga di Desa Winetin, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, terpaksa ngungsi di hutan karena tetangganya meninggal akibat virus corona.
Hanya gara-gara tetangga dekatnya meninggal setelah terinfeksi virus corona, satu keluarga ini merasa dikucilkan oleh warga yang lain.
Tak ingin dikucilkan, satu keluarga ini terpaksa mengungsi di hutan lantaran tak tahu harus berlindung ke mana.
Mereka mengisolasi diri atas inisiatif sendiri, karena salah seorang tetangga mereka meninggal positif virus corona atau Covid-19.
Elly Lasaheng yang merupakan kepala keluarga mengatakan, tetangga yang meninggal seorang ibu.
Sebelum tetangganya meninggal, ada tiga orang petugas memakai pakaian lengkap alat pelindung diri (APD) datang ke rumah mereka.
• Benarkah Pandemi Corona Segera Berakhir? 6 Hal Ini Jadi Pertanda Baik & Tumbuhkan Semangat Baru
• Sehari Antar Puluhan Korban Corona, Sopir Mobil Jenazah Buat Najwa Shihab Tertunduk Sedih

Para petugas ini meminta izin untuk melakukan pemeriksaan. Menurut Elly, para petugas ini dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Minahasa Utara.
"Mereka mengambil sampel darah saya dan keluarga untuk pemeriksaan.
Saya sempat bertanya, kenapa? Kata mereka 'oh hanya untuk memastikan apakah terkena virus atau tidak'," kata Elly didampingi sang istri, Agustin Sigarlaki, saat diwawancara di kediamannya, di Desa Winetin, Jaga III, Kamis (16/4/2020) siang.
Lanjut Elly, setelah beberapa hari diperiksa, mereka mendapat informasi bahwa salah seorang ibu yang menjadi tetangga mereka telah meninggal karena Covid-19.
"Sorenya, suami dari ibu yang meninggal itu tiba di rumahnya.
• 7 Kesalahan Pemakaian Hand Sanitizer yang Membuat Virus Corona Tak Bisa Mati, Jangan Sentuh Ini
Kemudian, kita melihat tetangga samping rumah sudah menghindar lebih dulu.
Kita juga langsung mengungsi, tidak tahu mau ke mana, jadi kita pilih ke hutan saja," ungkap Elly.
Saat mengisolasi diri di hutan, keluarga Lasaheng-Sigarlaki itu sudah membawa bekal untuk kebutuhan di hutan.
"Sekitar empat hari kita mengisolasi diri di hutan.
Kita kembali ke rumah karena sudah ada informasi dari Dinkes, hasil pemeriksaan saya dan keluarga, bagus atau tidak terkena virus," ujarnya.

Elly menjelaskan, alasan lain mereka mengisolasi diri di hutan, karena warga mulai menjauhi keluarganya.
Hidup di hutan, satu kondisi keluarga ini begitu memperihatinkan.
Di hutan, Elly dan keluarganya tidur di bak mobil terbuka dengan beratapkan terpal.
"Kita juga membuat tenda sendiri untuk memasak," katanya.
Saat malam, keluarga ini hanya menggunakan lilin sebagai penerang.
• POPULER Terdampak Virus Corona, 5 Artis Kaya Ini Dipusingkan Gaji Karyawan & Cicilan Lainnya
Untuk mandi dan mencuci pakaian mereka mengandalkan air sungai.
"Sempat juga saat memancing cari ikan di sungai," sebutnya.
Sejak mereka mengungsi di hutan sampai kembali ke rumah, belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
"Satu masker pun belum pernah," ujar Elly.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com Merasa Dikucilkan karena Tetangga Positif Corona Meninggal, Satu Keluarga Pilih Isolasi Diri di Hutan