Virus Corona
Jenazah Perawat Covid-19 Ditolak, Ganjar Pranowo Minta Maaf, PPNI Jateng Tetap Bawa ke Ranah Hukum
Aksi penolakan warga Ungaran atas jenazah perawat yang positif corona di Semarang kini menuai buntut panjang hingga ke ranah hukum.
Editor: Monalisa
TRIBUNSTYLE.COM - Penolakan warga Ungaran terkait pemakaman jenazah seorang perawat di RSUP Kariadi yang dinyatakan positif virus corona kini justru berbutut panjang.
Tak hanya Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang angkat bicara soal penolakan warga Ungaran soal jenazah perawat yang positif virus corona.
Kini pihak Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) juga nekat membawa aksi warga Ungaran terhadap penolakan jenazah perawat Covid-19 tersebut ke ranah hukum.
Ganjar Pranowo mengaku kaget mendengar aksi warga yang menolak jenazah perawat positif virus corona untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sewakul Ungaran.
Bahkan dengan kerendahan hati, Ganjar Pranowo mewakili masyarakat Jawa Tengah meminta maaf atas aksi penolakan jenazah korban Covid-19 tersebut.
"Saya mendapatkan laporan yang mengejutkan, peristiwa yang membuat tatu ati (sakit hati).
• Jenazah Perawat Positif Corona Ditolak Warga, Viral Tenaga Medis Kompak Kenakan Pita Hitam di Lengan
• UPDATE Corona Dunia 11 April 2020: Perancis & UK Naik Peringkat, Sehari 8 Ribu Kasus Baru di UK

Sekelompok warga Ungaran menolak pemakaman pasien Covid-19.
Ini kejadian kesekian kali, dan saya mohon maaf," kata Ganjar dalam cuplikan video yang diunggah di akun instagram @ganjar_pranowo, Jumat (10/4/2020).
Ganjar tak ingin peristiwa penolakan pemakaman jenazah tersebut kembali terulang.
Dia mengatakan, perawat merupakan pahlawan kemanusian yang rela berkorban dan harus dihormati jasa perjuangannya.
Ganjar juga mengingatkan bahwa Majelis Ulama pun sudah berfatwa bahwa mengurus jenazah itu wajib hukumnya, sementara menolak jenazah itu dosa.
"Semestinya kita memberi hormat dan penghargaan kepada seluruh tenaga medis di manapun berada serta mendoakan agar mereka selalu diberikan kekuatan dan kesehatan," terangnya.
• Kisah Baby Sitter PDP Corona, Sebelum Meninggal Sempat Muntah Darah, Kini Impian Pernikahan Pupus
"Kepada perawat, dokter dan tenaga medis mewakili seluruh warga Jateng saya mengharap maaf dari Anda semua.
Mari tetap berjuang bersama-sama melawan corona," kata Ganjar menambahkan.
Ganjar juga meminta kepada pihak yang mengurus jenazah pasien Covid-19 untuk berkomunikasi dengan pemerintah desa dan tokoh masyarakat setempat.
"Kalau warga sudah paham, saya yakin semua akan menerima dan juga akan mencegah berkembangnya isu yang tidak benar atau hoaks yang seringkali ini memecah belah masyarakat," ujar dia.
Sementara itu, DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah memilih untuk tetap membawa kejadian penolakan pemakaman perawat di Kabupaten Semarang ke ranah hukum.
Diharapkan, dengan adanya payung hukum yang jelas kejadian tersebut tidak terulang kembali.
Ketua DPW PPNI Jateng, Edy Wuryanto mengatakan saat ini sedang mengumpulkan bukti dan dokumentasi terkait kejadian pada Kamis (9/4/2020) petang tersebut.
"Harus ada pembelajaran terkait kejadian ini.
Kami sudah mengumpulkan ahli-ahli hukum yang tergabung di PPNI untuk memberi masukan dan kajian," jelasnya, Jumat (10/4/2020) di kantor DPW PPNI Jateng.
Menurut Edy, kejadian penolakan tersebut tidak akan terjadi kalau tidak ada provokator.
"Itu nanti mau masuk delik aduan atau gimana, biar ahli hukum yang menentukan.
Kami hanya mengumpulkan bukti dan segala yang diperlukan, lalu kami ambil langkah selanjutnya," ungkapnya.
• Virus Corona Masih Merebak, Mayangsari & Geng Sosialita Tetap Eksis Arisan Pakai Masker Kembaran
Dikatakan, perawat, dokter, dan pekerja medis adalah garda yang rawan terpapar corona atau Covid-19.
"Kerawanan paling tinggi itu adalah tenaga kesehatan yang tidak ada di ruang isolasi.
Kalau di ruang isolasi, mereka sudah sadar sehingga memakai alat pelindung diri.
Kalau di bagian lain, APD-nya hanya secukupnya, jadi rawan terpapar," jelasnya.
Dia pun meminta kepada anggotanya untuk mengenakan pita hitam di lengan kanan sebagai tanda duka mulai 10-16 April 2020.
Di Jawa Tengah, lanjutnya, ada 68.000 perawat.
"Kami minta pemerintah lebih serius memerhatikan keselamatan perawat sesuai standar WHO.
Segera distribusikan ke perawat mulai dari tingkatan puskesmas hingga ke rumah sakit," papar Edy.

Sebab, perawat tidak mengetahui pasien tersebut masuk kategori orang dalam pengawasan (ODP) atau pasien dalam pengawasan (PDP).
Selain itu, untuk masyarakat atau pasien juga harus jujur menceritakan riwayat perjalanan atau kesehatannya.
"Perawat yang meninggal tersebut, bekerja di bagian geriatri.
Seharusnya jauh dari pasien ODP atau PDP, tapi ada pasien yang masuk dan tidak jujur sehingga perawat terpapar," jelasnya.
Seperti diketahui, seorang perawat di RSUP Dr. Kariadi meninggal dunia pada Kamis (9/4/2020).
Jenazahnya yang akan dimakamkan di TPU Sewakul mendapat penolakan dari warga sehingga dipindah ke Bergota, kompleks makam keluarga Dr. Kariadi.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul Penolakan Pemakaman Perawat Covid-19 di Semarang, Ganjar: Sudah Kesekian Kali, Saya Mohon Maaf, Jenazah Perawat di Semarang Ditolak, PPNI Jateng Bawa ke Ranah Hukum