Virus Corona
Filipina Lockdown, Presiden Duterte Ancam Tembak Mati untuk Warganya yang Tak Mau Diatur
Filipina berlakukan lockdown, Presiden Duterte membolehkan penegak hukum menembak mati warganya yang tak mau diatur.
Editor: Delta Lidina Putri
TRIBUNSTYLE.COM - Keputusan mengejutkan dikeluarkan oleh Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.
Duterte memperbolehkan penegak hukum menembak mati warganya yang ngeyel.
Dalam hal ini terkait dengan kebijakan lockdown yang dilakukan oleh Filipina.
Lockdown ini tentu dilakukan untuk pencegahan terhadap virus corona atau Covid-19.
"Perintah saya kepada polisi dan militer jika ada masalah dan ada warga melawan serta membahayakan nyawa saat di karantina, tembak mati mereka. Apakah itu bisa dipahami? Daripada menimbulkan masalah, saya akan menguburmu," kata Duterte dalam pidatonya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (2/4/2020).
Menurut Duterte, pelanggaran saat lockdown menyebabkan masalah serius bagi pekerja medis dan warga lainnya saat pandemi Covid-19 melanda negerinya.
• Mengapa Presiden Jokowi Tolak Mentah-mentah Desakan Lockdown? Akhirnya Terjawab Risiko Beratnya Ini
• Shaheer Sheikh Mantan Ayu Ting Ting Tak Ada Job Selama Lockdown India, Nasibnya Jadi Sorotan
"Sangat penting bagi setiap orang untuk bekerja sama dan mengikuti langkah-langkah karantina di rumah," ujar Duterte.
Filipina sampai hari ini mencatat 96 kematian akibat virus korona dan 2.311 kasus positif yang dikonfirmasi, serta ratusan orang terjangkit virus corona setiap harinya.
"Semakin buruk. Jadi sekali lagi saya memberi tahu Anda betapa seriusnya masalah ini dan Anda harus mendengarkan, "katanya lagi, Rabu malam.
Sebelumnya, pemerintahan Duterte diprotes warga miskin Filipina terkait bantuan makanan pemerintah yang tidak cukup.
Tak hanya itu, para aktivis mencemooh Duterte karena menuduhnya bertindak melakukan kekerasan dan main hakim sendiri.
Filipina sejak 12 Maret lalu menutup total atau lockdown Pulau Luzon, pulau terbesar di Filipina di mana kota Manila berada.
Lockdown dilakukan guna menekan penyebaran virus corona atau Covid-19.
Semua perjalanan domestik, via darat, udara, dan air dibatalkan.
Ada pelarangan massa berkumpul, menutup sekolah dan universitas selama sebulan, serta perjalanan dari dan ke Manila juga dibatalkan.
Penutupan kegiatan bagi 12juta warga di Manila itu, akan berakhir 14 April mendatang dan masih dipertimbangkan untuk diperpanjang. (Rina Ayu/Tribunnews)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Presiden Duterte Ancam Tembak Mati Pelanggar Aturan Lockdown di Filipina
Apa Itu Lockdown? Apa Pula Risikonya? Ini Penjelasan Sosiolog
Sejumlah daerah di Indonesia telah menerapkan kebijakan lockdown, meski pemerintah pusat belum mengeluarkan keputusan resmi.
Sejauh ini, tercatat lima daerah yang melakukan lockdown atau karantina wilayah, yaitu Papua, Tegal, Tasikmalaya, Ciamis, dan Makassar.
Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk menahan laju penyebaran virus corona di daerah-daerah tersebut.
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, kebijakan lockdown akan menyebabkan sejumlah titik penting nadi kehidupan sosial terhenti.
"Efeknya terputusnya produksi, konsumsi kolektif, distribusi, dan kegiatan sosial budaya akan tertutup," kata Drajat saat dihubungi, Senin (30/3/2020).
Bila pemerintah pusat akan mengeluarkan status lockdown, menurut Drajat beberapa hal harus dilakukan agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Penyesuaian
Dari sisi masyarakat, menurut Drajat, mereka harus melakukan reorientasi ruang.
Artinya, ruang-ruang sosial yang luas harus diubah ke dalam dua jenis ruang, yaitu institusi keluarga (ruang kecil) dan ruang maya atau yang disebut dengan virtual society.
"Jadi harus ada reorientasi itu untuk bisa melakukan interaksi dengan luar, yaitu hanya dengan perubahan ruangnya," jelas dia.
Drajat menyebut rumah pada umumnya memiliki fungsi informal atau untuk bersantai dan beristirahat.
Akan tetapi, dengan adanya lockdown ini maka rumah akan memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai fungsi informal sekaligus fungsi produksi atau kantor.
"Hal itu bukan perkara mudah, ini bisa menimbulkan ketegangan di dalam dan konflik di dalam rumah. Bukan sekedar karena lama berkumpul, tapi karena adanya aktivitas baru itu," kata dia.
Peran pemerintah
Pada tataran pemerintah, mereka harus menyediakan social security nett atau jaring pengaman sosial untuk mengatasi terputusnya rantai produksi dan distribusi akibat lockdown.
Jaring pengaman sosial adalah satu program yang dikembangkan untuk memberi jaminan perlindungan kepada masyarakat atas dampak dari suatu perubahan sosial tertentu di masytarkat.
Misalnya, perubahan sosial yang menyebabkan hilangnya pekerjaan atau berkurangnya penghasilan secara signifikan, sehingga membuat orang tak bisa menjamin kehidupan dasarnya secara layak.
Dua kebutuhan jaring pengaman sosial yang dibutuhkan ketika lockdown adalah kebutuhan pokok dan fasilitas untuk berintaksi "keluar", dalam hal ini internet.
"Pada keluarga yang mampu, bantuan kebutuhan pokok bisa dikurangi atau ditiadakan. Tapi pada keluarga kelas menengah ke bawah ini menjadi kebutuhan pemerintah untuk menyediakan," kata Drajat.
Internet
Soal fasilitas internet, Drajat menganggap bahwa pemerintah harus bisa menekan biaya-biaya internet sekecil mungkin.
Hal itu penting dilakukan karena kebijakan lockdown akan menggeser solidaritas-solidaritas organis menjadi solidaritas mekanis yang berbasis pada perasaan.
"Nah ini kalau tidak ada ruang-ruang untuk bisa 'keluar', tentu itu akan menimbulkan perasaan yang tidak tahan di satu tempat secara lama," tutupnya. (Kompas.com/ Ahmad Naufal )
Sumber: Sejumlah Daerah Terapkan Lockdown, Ini Dampaknya Menurut Sosiolog