Pria Ini Berhasil Berteman dengan Suku Sentinel, Sempat Dapat Ancaman 'Digorok' oleh Anak Kecil
Tuan Pandit pertama kali berangkat untuk mengunjungi pulau tempat Suku Sentinel pada 1967 sebagai bagian dari kelompok ekspedisi.
Editor: Amirul Muttaqin
TRIBUNSTYLE.COM - Sebagai kepala Departemen Urusan Kesukuan India, Tuan Pandit memulai kunjungan ke komunitas pulau terpencil mereka selama beberapa dekade termasuk ke pulau Suku Sentinel.
Suku itu, yang hidup dalam isolasi total selama puluhan ribu tahun, menjadi perhatian global pekan lalu setelah mereka dilaporkan membunuh seorang calon misionaris Amerika berusia 27 tahun yang mencoba melakukan kontak dengan mereka.
Namun Pandit, sekarang 84 tahun, mengatakan dari pengalamannya, kelompok itu sebagian besar bersifat "cinta damai" dan merasa label 'menakutkan' yang diberikan kepada Suku Sentinel sebagai hal yang tidak adil.
"Selama kami berinteraksi, mereka mengancam kami tetapi tidak pernah mencapai titik di mana mereka berencana untuk membunuh atau melukai kami. Setiap kali mereka gelisah kami mundur," katanya kepada BBC World Service.
"Aku merasa sangat sedih atas kematian pemuda ini yang datang jauh-jauh dari Amerika. Tapi dia melakukan kesalahan. Dia punya cukup kesempatan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Tapi dia bertahan dan harus membayar dengan nyawanya."
Pandit pertama kali berangkat untuk mengunjungi pulau Sentinel Utara, yang hanya dihuni oleh suku tersebut, pada 1967 sebagai bagian dari kelompok ekspedisi.
Awalnya Suku Sentinel bersembunyi di hutan saat Panfit dan tim datang, dan kemudian pada perjalanan selanjutnya menembak mereka dengan panah.
Dia mengatakan antropolog akan membawa barang-barang pilihan di perjalanan mereka untuk menarik Suku Sentinel.
"Kami membawa hadiah panci dan wajan, sejumlah besar kelapa, alat-alat besi seperti palu dan pisau panjang. Kami juga membawa tiga orang Onge (suku lokal lain) untuk membantu kami 'menafsirkan' percakapan dan perilaku Suku Sentinel," kenangnya dalam sebuah esai yang menceritakan kunjungannya.
"Tetapi prajurit Sentinel menghadapi kami dengan wajah marah dan suram dengan bersenjata lengkap termasuk busur dan panah panjang mereka, semuanya siap untuk mempertahankan tanah mereka."
Meskipun hanya memperoleh sedikit kesuksesan, mereka berhasil meninggalkan hadiah untuk mencoba membangun hubungan dengan komunitas misterius tersebut.
Salah satu hal yang akhirnya mereka ketahui adalah bahwa suku Sentienel menolak babi hidup yang mereka tawari karena mereka dengan cepat menombak hewan itu hingga mati dan menguburnya di pasir.

Melakukan kontak
Setelah beberapa ekspedisi mencoba untuk menjalin kontak, terobosan nyata pertama mereka datang pada 1991 ketika suku itu keluar untuk secara damai mendekati mereka di lautan.
"Kami bingung mengapa mereka mengizinkan kami," katanya. "Itu adalah keputusan mereka untuk menemui kami dan pertemuan itu terjadi dengan persyaratan mereka."
"Kami melompat keluar dari perahu dan berdiri di air setinggi leher, membagikan kelapa dan hadiah lainnya. Tapi kami tidak diizinkan untuk melangkah ke pulau mereka."
Pandit mengatakan dia tidak terlalu khawatir diserang, tetapi selalu berhati-hati ketika dia berada di dekat mereka.
Dia mengatakan anggota tim mencoba berkomunikasi dalam bahasa isyarat, tetapi tidak berhasil karena mereka sebagian besar sudah sibuk dengan hadiah mereka.
"Mereka berbicara di antara mereka sendiri tetapi kami tidak bisa memahami bahasa mereka. Kedengarannya mirip dengan bahasa yang diucapkan oleh kelompok suku lainnya di daerah itu," kata Pandit.

'Tidak diterima'
Dalam satu kali tatap muka yang mengesankan di perjalanan, seorang anggota muda dari suku mengancamnya.
"Ketika saya membagikan kelapa, saya sedikit terpisah dari anggota tim dan mulai mendekati pantai," katanya kepada BBC.
"Seorang anak laki-laki Sentinel muda membuat wajah lucu, mengambil pisaunya dan memberi isyarat kepada saya bahwa dia akan memotong kepala saya. Saya segera memanggil perahu dan kembali dengan cepat,"
"Sikap anak laki-laki itu penting. Dia menjelaskannya bahwa aku tidak diterima."
Pemerintah India sejak itu telah meninggalkan ekspedisi pemberian hadiah, dan orang luar dilarang mendekati pulau itu.
Isolasi total yang diterapkan kepada Suku Sentinel mengakibatkan setiap kontak dengan orang asing dapat menempatkan mereka pada risiko penyakit yang mematikan karena mereka cenderung tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit umum seperti flu dan campak.
Pandit mengatakan anggota kelompoknya selalu diperiksa untuk memastikan mereka tidak sedang mengidap penyakit menular dan hanya mereka yang sehat yang diizinkan untuk melakukan perjalanan ke Sentinel Utara.
Para pejabat mengatakan Chau, yang terbunuh minggu lalu, tidak mendapatkan izin resmi untuk perjalanannya.
Dia malah dikatakan telah membayar nelayan lokal 25.000 rupee (Rp5,1 juta) untuk membawanya ke pulau secara ilegal dengan harapan dapat menyebarkan agama Kristen.
Saat ini sebuah upaya sedang dilakukan untuk mengambil kembali tubuh Chau - sesuatu yang disarankan oleh Pandit dapat dimungkinkan dengan pendekatan tentatif oleh para pejabat.
Berdasarkan pengalamannya sendiri dengan Suku Sentinel, Pandit menolak label mereka sebagai orang-orang yang bermusuhan.

"Itu cara yang salah untuk melihatnya. Kita adalah agresor di sini," katanya kepada Indian Express. "Kita adalah orang-orang yang mencoba memasuki wilayah mereka."
"Orang-orang Sentinel adalah orang-orang yang cinta damai. Mereka tidak berusaha menyerang orang. Mereka tidak mengunjungi daerah-daerah terdekat dan menimbulkan masalah. Ini adalah insiden langka," katanya kepada BBC.
Pandit mengatakan dia mendukung pembentukan kembali misi pemberian hadiah untuk Suku Sentinel, tetapi menegaskan mereka tetap tidak boleh diganggu.
"Kita harus menghormati keinginan mereka untuk tetap dibiarkan sendiri," katanya.
• Viral, Manusia Ikan Suku Bajau Bisa Menyelam 13 Menit Tanpa Alat Bantu, Bahkan Sedalam 70 Meter
• 5 Suku di Dunia dengan Tradisi Perkawinan Aneh, Ada yang Boleh Mencuri Istri Tetangga!
• Inilah 5 Modifikasi Tubuh Paling Ekstrem dari Berbagai Suku, Menyetrika Payudara Sudah jadi Tradisi
Subscribe kanal YouTube dan Like fanpage Facebook TribunStyle.com berikut ini: