Wawancara Eksklusif
Perjalanan, Nyawa, dan Momen Spiritual dalam 'Mantra Mantra' Kunto Aji
Banyak isu menarik yang diangkat Kunto Aji lewat album Mantra Mantra, mulai dari mental health, self healing, hingga kisah tentang overthinker.
Penulis: yohanes endra
Editor: Dimas Setiawan Hutomo
Laporan Wartawan TribunStyle.com, Yohanes Endra
TRIBUNSTYLE.COM - Kunto Aji sudah membuka babak baru perjalanan musiknya dengan meluncurkan album kedua yang berjudul 'Mantra Mantra' (14/9/2018).
Ada banyak hal dan isu menarik yang diangkat Kunto Aji lewat album ini, mulai dari mental health, self healing, hingga kisah tentang overthinker.
Detail menarik yang ada di album 'Mantra Mantra' kian menawarkan warna tersendiri di industri musik Indonesia.
Seperti pembuatan cover album yang melibatkan seniman Naufal Abshar, dan juga dimasukkannya medium frekuensi suara yang menurut penelitian dapat membuat pendengarnya merasa lebih baik.
Bisa dibilang album 'Mantra Mantra' ini menghadirkan tema-tema yang jarang diangkat oleh musisi arus utama.
• Album Mantra Mantra Kunto Aji Resmi Dirilis, Banyak Cerita Unik di Balik Pembuatannya
TribunStyle.com pun penasaran dengan perjalanan dan apa saja yang terjadi di balik pembuatan album 'Mantra Mantra' ini.
Kami akhirnya berkesempatan melakukan perbincangan dengan sang pemilik Mantra Mantra secara langsung.
Kalau dideskripsikan lewat kata-kata, album 'Mantra Mantra' ini seperti apa sih?
Kalau dideskripsikan dengan kata-kata cukup susah, tapi mungkin saya bisa menggambarkan secuil dari apa yang saya tangkap dari album ini.
Album 'Mantra Mantra' ini tuh vertikal dan horizontal secara bersamaan.
Dalam arti, secara vertikal album ini tuh spiritual, berkaitan dengan hubungan saya dengan Yang Di Atas.
Secara horizontal, album ini berbicara tentang menemukan jati diri saya sendiri yang juga dialami semua orang, seperti hal-hal tentang ketika kita berada di titik terbawah dari hidup kita.
Berada di titik nol membuat kita benar-benar menyadari hidup, di mana kita sadar harus berbuat apa.
Setelah didengarkan, album 'Mantra Mantra' ini seperti sebuah buku ya? Dibuka dengan lagu 'Sulung' dan diakhiri dengan 'Bungsu'. Bahkan rasanya kurang lengkap bila tidak didengarkan secara keseluruhan. Apa memang konsepnya demikian?
Iya memang sudah tergambarkan di kepala saya sih, cuma waktu itu gambarannya masih memencar-mencar, mencari bentuk sampai akhirnya terciptalah lagu-lagu ini.
Lagu 'Sulung' dan 'Bungsu' ini diciptakan terakhir dan dua lagu ini seperti yang membuat pagar untuk album ini.
Album ini dibuka dengan 'Sulung' dan lagu ini diawali dengan suara saya, kemudian memperkenalkan instrumen apa saja yang ada di album ini supaya orang nggak kaget dengan album ini yang sangat berbeda dengan album pertama.
Lalu 'Bungsu' menutupnya dengan rasa yang sedang saya nikmati, pergeseran musik yang saya nikmati, selain itu pesannya juga sangat relatable.
Akhirnya lagu-lagu ini pasti ada kekuatannya karena album ini sangat spiritual.
Jadi seperti ada yang membantu saya, banyak suara-suara di kepala saya dan sepertinya mereka (lagu-lagu ini) sepakat di satu titik untuk membuat album ini dan akhirnya satu per satu puzzle itu terangkai dengan baik.
Kunto Aji benar-benar meninggalkan flute dan lebih banyak bermain dengan gitar elektrik ya? Apa yang mendasari perubahan drastis ini?
Yang mendasari perubahan drastis ini adalah saya ingin album ini soundscape-nya lebih luas.
Saya ingin album ini lebih punya ambience, ruang yang besar tapi tertutup.
Karena saya menggambarkannya, album ini adalah kepala saya.
Jadi memang banyak sekali hal yang berada di situ dan itu tidak bisa ditangkap dengan instrumen-instrumen yang terlalu organik.
Kalau flute kan sangat organik sekali, jadi musik yang bisa kawin dengan flute biasanya adalah musik organik.
Itu yang ada di bayangan saya sih, bisa jadi saya salah juga.
Tapi di album ini saya tidak ingin ada sisi organik itu, saya mau menghilangkan itu, lebih banyak soundscape, dan akhirnya saya jatuh cinta sekali dengan sound gitar elektrik, sudah suka dari dulu sih tapi sekarang semakin cinta.
Ketika di jalan nggak ada gitar elektrik pun jadi nggak bisa bikin lagunya.
Saya kebanyakan membuat lagunya dengan gitar elektrik.
Dari segi musik di album kedua ini terbilang banyak banget perbedaan dari yang pertama, apa aja sih influence musiknya? Lalu proses pembuatannya gimana? Apakah berangkat dari Mas Kun ngulik pakai gitar kemudian ngobrol sama produser buat mengerjakan aransemennya?
Saya tidak ada influence yang spesifik sih, ini adalah hasil pengendapan berbagai jenis musik yang masuk di kepala saya, jadi pas dibikin ya udah keluar aja.
Untuk pembuatannya, saya selalu datang ke produser dengan membawa lagu.
Tapi sebelum itu saya selalu membicarakan tema besar tentang albumnya, tentang lagunya, saya mau gini-gini segala macem.
Ada yang sudah jadi lagunya, ada yang saya bikin di situ juga.
Maksudnya tetep saya bikin sendiri lagunya karena saya belum bisa nulis lagu bareng orang lain.
Jadi maksudnya, kalau ada orang yang menuliskan lagu untuk saya atau membuatkan nada untuk saya tuh saya belum bisa.
Tapi produser saya ada di situ, jadi dia juga tahu prosesnya.
Kemudian mereka, para produser membantu saya untuk menerjemahkan aransemennya, flow-nya.
Mereka menerjemahkan dengan kemampuan instrumental dan aransemen mereka yang luar biasa, terutama Petra, Uga, dan Ankadiov.
(Dalam menggarap album 'Mantra Mantra', Kunto Aji mengajak 4 produser sekaligus yaitu, Ankadiov Subran, Petra Sihombing, Anugrah 'Uga' Swastadi, dan Bam Mastro.)
Sedangkan Bam Mastro paling berbeda karena kami berdua bikin musiknya dulu kemudian kami bikin strings-nya, kami buat sampel, lalu saya bikin lagu di atas musik itu.
Boleh cerita sedikit tentang keterlibatan 4 produser yang ada di album ini?
Saya ingin mereka mengeksplorasi apa yang ada di kepala saya dalam bentuk musik.
Saya selalu ngobrol dengan mereka, seperti hal-hal yang penting sampai yang nggak penting, seperti apa yang kita suka dari segi musik dan penulisan.
Saya selalu mencari persamaan sampai akhirnya berada di titik untuk membuat sebuah karya.
Di album pertama, Kunto Aji cerita bahwa banyak riset yang terjadi. Kalau di album kedua ini bagaimana proses menggali ide kreatif albumnya yang mengusung tema mental health?
Album kedua ini saya menggali ide kreatifnya lebih ke diri sendiri karena temanya tentang mental health.
Kebetulan kemarin saya ada masalah juga, sempat mencari bantuan ke profesional.
Itu juga yang mendasari saya untuk menulis lagu dengan tema mental health ini.
Untuk lagu 'Rehat' seperti bener-bener punya mantra yang sangat berpengaruh ya hehehe. Apa memang Kunto Aji memasukkan frekuensi 396 Hz khusus lagu ini?
Iya hehehe wah sudah melakukan riset dengan baik ya.
Jadi saya sedang mempelajari tentang Solfeggio Frequencies, itu frekuensi-frekuensi yang digunakan oleh teman-teman yang membuat musik untuk ESQ.
Itu juga bagian dari riset saya sih tentang frekuensi alam, ada 432 Hz, ada Solfeggio Frequencies, macam-macam.
Nah saya mencoba menggunakan ini sih sebenernya, istilahnya bisa dibilang pseudoscience, maksudnya kebenarannya kita juga tidak tahu.
Seperti teori psikologi tentang warna, misalnya warna merah bikin lapar.
Tidak ada salahnya kalau kita gunakan dan akhirnya saya mencoba mengulik ini.
Kemudian di lagu 'Rehat' ini saya gunakan yang 396 Hz.
Di lagu 'Rancang Rencana' juga ada satu frekuensi yang saya pakai. kalau tidak salah 852 Hz.
Ada lagu yang diberi judul 'Saudade'. Kalau tidak salah, kata itu diambil dari bahasa Portugis. Bisa juga untuk mendeskripsikan perasaan melankolia atau kehilangan. Apa makna lagunya juga demikian mas? Lagu ini juga terdengar unik, bisa diceritakan proses kreatifnya mas?
Saudade ini memang tidak ada deskripsinya dalam bahasa Inggris, apalagi bahasa Indonesia.
Ini adalah bahasa Portugis, artinya banyak banget sih ada yang bilang kehilangan sesuatu.
Tapi saya suka sebuah deskripsi tentang Saudade.
Saudade ini bagi saya artinya mengenang sesuatu yang menyenangkan tapi jatuhnya kita malah sedih.
Itu nggak ada padanan bahasanya memang, susah sekali dan itu menarik menurut saya karena itu hanya bisa dirasakan.
Bukan terharu juga sih.
Yang keluar di kepala saya saat itu adalah Saudade.
Karena tadi prosesnya kan saya bikin musik dulu baru saya bikin notasi dan lirik di atasnya.
Jadi ketika saya dengar strings-nya, dengar sampel-sempelnya, yang terbayang di kepala saya itu keluar langsung kata Saudade.
Akhirnya Saudade itu saya jadikan judul lagu dan secara lirik saya juga nggak banyak mikir, langsung jadi.
Untuk departemen lirik, boleh tahu proses kreatifnya mas? Karena pemilihan kata-katanya sangat mewakili kegelisahan dan permasalahan banyak orang. Apa ada referensi dari buku juga? Apalagi banyak quote menarik di dalam lirik lagunya.
Untuk departemen lirik saya hanya mengambil satu part dari buku Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) karya Marchella F P.
Ada satu bagian verse yaitu 'Yang dicari hilang, Yang dikejar lari, Yang ditunggu, Yang diharap, Biarkanlah semeta bekerja untukmu.'
Nah bagian dari lagu 'Rehat' itu saya ambil potongan sedikit dari buku NKCTHI.
Tapi saya edit juga, jadi cuma sepotong itu.
Kalau di lagu lain sih saya nulis ngalir aja.
Ada petualangan atau pengalaman paling nggak nyangka atau 'sureal' selama penggarapan album kedua?
Saya nggak nyangka sama hasilnya sih karena album ini cukup complicated banget.
Temanya complicated, bikinnya juga complicated.
Tapi setelah album ini jadi satu bentuk utuh, saya kaget bukan main.
Maksudnya selama ini suara-suara yang ada di kepala saya itu akhirnya bisa sepakat untuk membuat sebuah karya.
Dan ketika saya dengarkan, album ini seperti looping, dari awal sampai akhir.
Album ini minta untuk diputar dari awal lagi, itu selalu nge-looping.
Dan ternyata bukan cuma saya, pendengar saya juga merasakan itu.
Saya seneng sekali karena album ini benar-benar punya nyawa, dia bisa bergerak, bisa diinterpretasi orang dengan cara macam-macam.
Tantangan terbesarnya dalam proses kreatif album kedua? Ada ketakutan nggak?
Ada sih pasti ketakutan untuk hasil yang tidak memuaskan, saya menjadi terlalu idealis dan tidak ke mana-mana dalam artian saya secara pribadi tidak puas.
Terus takut kalau hasilnya kelak orang tidak bisa menangkap apa yang mau saya katakan.
Ada yang harus dikorbankan dalam pengerjaan album ini?
Pasti yang jelas waktu untuk keluarga karena banyak waktu yang tersita untuk keluarga.
Apa ada rencana untuk bikin tur album 'Mantra Mantra'?
Tur rencananya bakal ada, minta doanya temen-temen semoga bisa lancar persiapannya.
Rencana mau rilis album fisik nggak mas?
Rilis album fisik, tahun depan sih pasti. Tapi kita lihat respon, kalau animonya bagus, yang minta fisik banyak, ya bisa saja dirilis.
Coba kita lihat nanti deh.
Harapan atau ekspektasi dan pesan untuk album ini?
Bukan saya tidak berharap besar, maksudnya keyakinan bahwa album ini bakal besar
itu selalu tertanam dalam diri saya.
Setiap saya membuat sesuatu itu saya selalu yakin bahwa ini akan menjadi sesuatu yang besar.
Itu juga bentuk afirmasi positif saya terhadap apa yang saya kerjakan, jadi saya lebih bersemangat.
Ketika membuat sesuatu saya punya harapan besar, tapi tidak berekspektasi tinggi karena saya mempercayakan hasilnya sama Yang Di Atas.
Pesannya semoga album ini bisa bertemu dengan lebih banyak telinga karena saya mengerjakannya juga setengah mati.
Saya melawan banyak teori-teori bisnis musik, secara matematika hal-hal yang tidak mungkin, 'ngapain sih lo ngelakuin ini' itu saya lawan semua, akhirnya terjadilah album ini, dan semoga album ini bener-bener bisa membantu orang-orang yang sedang butuh bantuan, terima kasih.
• Kunto Aji dalam Tiga Babak: Ajang Pencarian Bakat, Flute, dan Misteri Nama Fans Club
• Menelisik HIVI! yang Apa Adanya dan Tak Terlena dengan Kesuksesan di Masa Remaja
• Jalur Indie, Era Digital, Hingga Haters dalam Perjalanan Favorit Sheila On 7
• Musik Dangdut, Berlin, dan Kolaborasi Tanpa Batas Ala Sandhy Sondoro yang Kian Ciamik
• Menelisik Danilla yang Tetap Apa Adanya dan Kisah di Balik Lagu Dari Sebuah Mimpi Buruk
Subscribe kanal YouTube dan Like fanpage Facebook TribunStyle.com berikut ini: