Heboh Gegara Ketua BEM UI, Ternyata Begini Asal-usul Kartu Kuning dan Merah dalam Sepakbola!
Ia diketahui meniup peluit di acara Dies Natalis yang rencanya dilanjutkan ke acara peresmian Forum Kebangsaan UI di Balairung UI.
Penulis: Burhanudin Ghafar Rahman
Editor: Dimas Setiawan Hutomo
TRIBUNSTYLE.COM - Zaadit Taqwa, seorang mahasiswa sekaligus ketua Badan Eksekutif Mahasisa (BEM) di Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, membuat kehebohan saat Presiden Jokowi hadir berpidato di acara Dies Natalis ke-68 UI, Jumat (2/1/2018)
Ia diketahui meniup peluit di acara Dies Natalis yang rencanya dilanjutkan ke acara peresmian Forum Kebangsaan UI di Balairung UI.
Tak hanya itu, Zaadit mengacungkan "kartu kuning".
Meski sejatinya itu bukan kartu kuning layaknya di pertandingan bola, tapi sebuah buku paduan suara Universitas Indonesia yang kebetulan memiliki warna kuning.
Akibat aksi itu, Zaadit diamankan Paspampres.
Kartu kuning Zaadit jelas mengingatkan orang yang tahu itu sebagai peringatan dalam olahraga sepakbola.
Melansir dari Kompas.com, Zaadit mengatakan, kartu kuning itu diberikan kepada Jokowi sebagai bentuk peringatan atas berbagai masalah yang terjadi di dalam negeri.
"Sudah seharusnya Presiden Joko Widodo diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya” kata Zaadit kepada Kompas.com, Jumat (2/2/2018).
Zaadit mengatakan, dalam tahun keempat pemerintahan Jokowi, ada sejumlah hal yang menjadi sorotan BEM UI.
Masalah tersebut adalah isu gizi buruk di Asmat, isu penghidupan kembali dwifungsi Polri/TNI, dan penerapan peraturan baru organisasi mahasiswa.
"Masih banyak isu yang membuat masyarakat resah atas kondisi Indonesia," kata Zaadit.
Isu gizi buruk di Asmat berdasarkan data Kemenkes menyebutkan, terdapat 646 anak terkena wabah campak dan 144 anak menderita gizi buruk di Asmat.
Selain itu, ditemukan pula 25 anak memiliki gejala campak serta empat anak yang terkena campak dan gizi buruk.
BEM UI mempertanyakan mengapa gizi buruk masih terus terjadi meski Papua memiliki dana otonomi khusus (otsus) yang besar.
Pada 2017, dana otsus untuk Papua mencapai Rp 11,67 triliun, yaitu Rp 8,2 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 3,47 triliun untuk Provinsi Papua Barat.
"Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding dengan dana otonomi khusus yang pemerintah alokasikan untuk Papua," katanya.
BEM UI juga menyoroti langkah pemerintah mengusulkan Asisten Operasi Kapolri Irjen Mochamad Iriawan sebagai penjabat gubernur Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebagai penjabat gubernur Sumut. Langkah ini dinilai memunculkan dwifungsi Polri/TNI.
"Hal tersebut dikhawatirkan dapat mencederai netralitas Polri/TNI," kata Zaadith.
Lalu, pada isu terakhir, BEM UI juga menyoroti adanya draf peraturan baru organisasi mahasiswa (ormawa).
Aturan baru itu dinilai mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.
Diketahui juga Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi memastikan, Presiden tidak tersinggung dengan aksi mahasiswa UI yang mengacungkan kartu kuning tersebut.
"Terhadap aksi ini, Presiden Jokowi biasa saja, enggak tersinggung," ujar Johan seusai acara tersebut.
Presiden tetap mengikuti acara hingga selesai. Ia juga tidak memerintahkan apa-apa kepada jajarannya terkait peristiwa tersebut.
Lalu kenapa kartu kuning sebagai peringatan dalam sepakbola?
Ini ada asal usulnya loh, bahkan tak hanya kartu kuning, kartu mera pun ada.
Melansir dari Kompas.com, kartu merah dan kuning baru diperkenalkan pada Piala Dunia 1970.
Namun, inspirasinya muncul pada Piala Dunia 1966, pada perempat final antara tuan rumah Inggris dan Argentina.
Wasit yang memimpin pertandingan itu berasal dari Jerman, yakni Rudolf Kreitlein.
Karena melakukan pelanggaran keras, kapten Argentina, Antonio Rattin, dikeluarkan oleh Kreitlein.
Namun, Rattin tak paham apa maksud wasit asal Jerman itu. Dia pun tak segera meninggalkan lapangan.
Wasit Inggris yang ikut bertugas di pertandingan itu, Ken Aston, kemudian masuk ke lapangan.
Dengan sedikit modal bahasa Spanyol, dia merayu Rattin untuk meninggalkan lapangan.
Pasalnya, wasit yang memimpin pertandingan, Rudolf Kreitlein, memutuskan begitu.
Karena hanya tahu bahasa Jerman dan Inggris, ia kesulitan menjelaskan keputusannya kepada Rattin.
Karena kasus ini, Ken Aston kemudian berpikir, harus ada komunikasi universal yang bisa langsung diketahui semua orang, ketika wasit memberi peringatan kepada pemain atau mengeluarkannya dari lapangan.
Dengan demikian, wasit tak perlu harus membuat penjelasan dengan bahasa yang mungkin tak diketahui pemain.
Suatu hari, dia berhenti di perempatan jalan. Melihat lampu lalu lintas, dia kemudian mendapatkan ide.
Kemudian, dia mengusulkan agar wasit dibekali kartu kuning dan merah. Kartu kuning untuk memberi peringatan keras atau sanksi ringan kepada pemain yang melakukan pelanggaran.
Adapun kartu merah untuk sanksi berat, dan pemain yang melakukan pelanggaran berat itu harus keluar dari lapangan.
Ide itu diterima FIFA.
Pada Piala Dunia 1970, kartu kuning dan merah kali pertama digunakan.
Ironisnya, sepanjang Piala Dunia 1970 tak satu pun pemain yang terkena kartu merah.
Hanya kartu kuning yang sempat dilayangkan sehingga kartu merah tak bisa "pamer diri" pada Piala Dunia 1970.
Meski ide tersebut datang dari wasit Inggris, negeri itu tak serta merta menerapkannya di kompetisi mereka.
Kartu merah dan kuning baru digunakan di kompetisi sepak bola Inggris pada 1976.
Pasalnya, wasit kemudian terlalu mudah mengeluarkan kartu dan diprotes banyak pemain.
Oleh sebab itu, penggunaannya sempat dihentikan pada 1981 dan 1987.
Yang menarik, ide ini diadopsikan di cabang olahraga hoki.
Bahkan, kartu-kartu peringatan di cabang ini menggunakan tiga warna seperti lampu lalu lintas: hijau, kuning, dan merah.
Hijau untuk peringatan, kuning untuk mengeluarkan pemain sementara waktu, dan merah untuk mengusir pemain secara permanen. (TribunStyle.com/ BGR)