Pengabdi Setan Sukses Besar, Pria Ini Malah Beri Review Buruk, 'Meniru dari Conjuring', Setuju Gak?
Awalnya dia kagum dengan seting film tersebut namun adegan demi adegan di film Pengabdi Setan banyak yang meniru film horor asing.
Penulis: Mohammad Rifan Aditya
Editor: Mohammad Rifan Aditya
TRIBUNSTYLE.COM - Film Pengabdi Setan sukses merajai puncak box office Indonesia.
Ini merupakan film remake dengan judul yang sama yang dibuat pada tahun 1980 lalu.
Hingga minggu ke tiga tayang di bioskop, film Pengabdi Setan masih banyak dilihat orang.
Banyak orang rela antri demi mendapatkan tiket nonton film Pengabdi Setan.
Pengabdi Setan besutan Joko Anwar ini memang mendapatkan banyak respon positif dari penggemar film tanah air.
Isi cerita tak mengandung hal-hal vulgar seperti kebanyakan film horor Indonesia lainnya.
Tak heran kalau Pengabdi Setan mendapat banyak apresiasi dari para penikmat film Tanah Air.
Bahkan kabarnya, film Pengabdi Setan ini bakal tayang di luar negeri.
Seperti dikutip Tribunstyle.com dari akun Instagram @jokoanwar, beberapa negara yang akan menayangkan Pengabdi Setan yakni Amerika Latin, Polandia, Jepang, dan masih banyak lagi.
"Pengabdi Setan telah terjual ke negara-negara di Amerika Latin, Polandia, Jepang, Malaysia, dan segera di negara-negara lain. Alhamdulilah."
Namun dari sekian banyak pujian yang datang ke film Pengabdi Setan ini, ternyata ada satu review yang malah berkata sebaliknya.
Seorang pria pemilik akun Facebook Randu dengan terang-terangan menilai buruk film Pengabdi Setan buatan Joko Anwar ini.
Randu juga telah menonton film Pengabdi Setan.

Awalnya dia kagum dengan pemilihan seting film tersebut.
Namun menurut Randu, adegan demi adegan di film Pengabdi Setan banyak yang meniru film horor luar negeri (Conjuring).
Berikut review Randu yang ditulis pada Sabtu (21/10/2017):
"Datang ke bioskop tadi, saya melihat ada banyak sekali film horror yang akan tayang. Tapi karena sudah berniat untuk menonton Pengabdi Setan, saya memilih antre untuk film besutan Joko Anwar itu.
Yang pertama, saya harus memuji pemilihan seting: waktu dan tempat. Hampir sempurna. Rumah tua dengan nuansa kolonial Eropa-Jawa di dekat sebuah kuburan, di tahun 1981, tahun di mana seakan-akan dunia berwarna sephia polikromatik.
Setting ini harusnya berhasil dalam cerita horor apa saja, sayang sekali dalam Film Pengabdi Setan kayaknya gak begitu.
Pembukaannya udah meyakinkan. Saat si Ibu memanggil anak tertuanya untuk datang ke kamar. Di sana, si ibu berteriak-teriak dan melihat ke atas dan kamera kemudian bergoyang-goyang.
Sayangnya, mungkin karena sudah terlalu bertendensi untuk memberi rasa takut, alih-alih mencekam, scene itu hampa, karena penonton tidak diberi alasan kenapa hal itu terjadi.

Penonton hanya di-kagetkan sound (hal ini akan berulang di banyak adegan dalam film ini).
Kedua, ada banyak hak gak perlu dalam film ini yang memutus ketegangan.
Saya gak bilang bahwa film horror harusnya memang tegang terus, tetapi caranya memutus kayaknya gak pas.
Suspens harusnya bereskalasi menanjak gak peduli apapun intermezonya. Di film ini, bergelombang. Dengan banyak adegan yang sepertinya mengambil dari banyak sekali film-film edisi conjuring.

Ada banyak sekali adegan yang hanya ditopang oleh make-up dan musik untuk memberikan ketakutan.
Ada hal yang menarik.
Saya dulu menonton banyak sekali film horror di desa dan ustaz atau kiai desa selalu digambarkan sebagai seseorang kompeten dan kredibel dalam menangani segala macam hantu.
Biasanya hanya melempar tasbih atau ayat kursi (kadang-kadang juga dengan kursinya), setan selalu kepanasan dan akhirnya terbakar. Di film ini, pahlawan kita terlihat menyedihkan.
Di salah satu adegan bahkan dia menutup pintu dan membiarkan para anak-anak Ibu diteror hantu. Ustaz boleh gak kompeten, tetapi dia harusnya berani. Saya gak begitu kaget saat Ustaz desa tadi akhirnya tewas diserang zombie.
Di satu sisi, konsep lama tentang tentang kepercayaan pada kekuatan aspek-aspek dalam agama disepelekan dalam kisah ini. Ini hampir sebuah tren yang menjangkiti pembuat film horror lepas tahun 2000-an.
Joko Anwar bukan satu-satunya penulis naskah yg membuat kisah di mana setan tak lagi takut dengan tasbih, bawang, salib atau ayat suci. Di Conjuring 2- film horror yang saya senangi - salib-salib bahkan gak berfungsi lagi mengusir Valak.

Di Pengabdi Setan, penggambaran ini bahkan lebih berani lagi: Setannya muncul tepat di dalam mukena orang yang salat.
Hal yang juga menganggu adalah liukan ceritanya. Joko Anwar saya kira, hanya sutradara. Dia bukanlah penulis naskah horror.
Karena itu, dia bisa menggambarkan dengan bagus orang-orang yang datang menyerbu ke rumah, tetapi dia gak bisa memasukkan sense horror di sana.
Cerita tentang biji yang ditaburkan, anak terakhir, dan -apalagi- wanita yang memberi rantang lalu menempelkan tanda di peta pertanda bahwa setan sedang menguasai wilayah Indonesia terlihat seperti film-film fiksi sains.
Wanita yang berdansa dengan musik di akhir film paling saya suka, tapi itu gak orisinil. Terasa banget meniru dari Conjuring 2.
Di kesemuanya, saya hanya bisa memberi nilai 5 dari skala 1-10 atau bintang 2 dari lima bintang. Pengabdi Setan adalah remake kreatif dari film dengan judul sama di tahun 1980.
Saya sendiri lebih suka versi lamanya. Lebih mencekam dan natural.
Lagipula, ini yang saya suka--di film-film horor lama Ustaz dan kitab suci selalu bisa membakar setan.
Pesannya jelas: Kalau kamu gak sembahyang, kamu bisa didatangi setan. Selalu ada harapan yg disandarkan pada agama.
Di film ini, yg sembahyang dan gak: tetap sama-sama kalah."
Beberapa netizen juga ada yang sependapat dengan review Randu ini.
"Kirain gw doang yg ngira kaya the conjuring" tulis Anang Wahyu Riyana.
"Temen saya cwe biasanya nutup muka klo film horor pas adegan serem... tp pas nonton film ini ga nutup muka... cuma kaget karena sound yg mengagetkan.. sama adegan pas hendra kelindes mobil itu mengerikan bukan menakutkan.." tulis Eko M Prasetyo.
"Setujuuuu....kebanyakan nyontek horor bule" tulis Yayu Fathilal.
Apakah kalian setuju dengan review Randu itu?
Lihat postingan selengkapnya berikut ini:
(TribunStyle.com/Rifan Aditya)