Masih Ingat Para Perampok Sadis Rumah Mewah di Pulomas? Begini Keputusan Hakim Atas Kasus Mereka
Masih ingat perampokan dan pembunuhan brutal yang menewaskan enam orang di Pulomas, Jakarta Timur?
Penulis: Irsan Yamananda
Editor: Dimas Setiawan Hutomo
TRIBUNSTYLE.COM - Masih ingat perampokan dan pembunuhan brutal yang menewaskan enam orang di Pulomas, Jakarta Timur?
Kasus tersebut sempat menggemparkan masyarakat Indonesia.
Bagaimana tidak, 11 orang disekap dalam ruangan sempit tanpa ventilasi oleh perampok.
Hingga pada akhirnya, 6 nyawa pun harus melayang.
Korban yang meninggal dalam peristiwa itu adalah Dodi Triono (59) selaku pemilik rumah, dua anak Dodi bernama Diona Arika (16) dan Dianita Gemma (9), Amel yang merupakan teman dari anak Dodi, serta Yanto dan Tasrok yang merupakan sopir keluarga Dodi.
Adapun korban selamat bernama Zanette Kalila (13), yang merupakan anak Dodi. Korban lain yang selamat adalah Emi, Santi (22), Fitriani, dan Windy.
Salah satu dari pelaku perampokan dan pembunuhan itu sudah tewas saat disergap polisi.
Kini, ketiga tersangka lainnya tinggal menunggu waktu saja sampai keputusan hakim turun.

Tribunstyle melansir dari Kompas.com, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menjatuhkan vonis mati terhadap dua terdakwa perampokan dan pembunuhan di Pulomas.
Satu orang terdakwa lainnya divonis pidana seumur hidup.
Hakim Ketua Gede Ariawan menyampaikan hal tersebut dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di PN Jakarta Timur, Selasa (17/10/2017).
"Menimbang bahwa para terdakwa telah terbukti secara hukum melakukan pembunuhan berencana dan pencurian dengan kekerasan maka Majelis Hakim memutuskan Ridwan Sitorus alias Ius Pane dan Erwin Situmorang pidana hukuman mati serta memutuskan Alfin Sinaga pidana hukuman seumur hidup," kata Gede.
Vonis ini sesuai dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumya.
Gede kemudian menjelaskan hal-hal yang memberatkan terdakwa sehingga membuat Majelis Hakim memutuskan vonis tersebut kepada tiga terdakwa.
"Hal-hal yang memberatkan mereka adalah bahwa dari perbuatan para terdakwa membuat korban meninggal dunia sebanyak enam orang dan lima lainnya luka-luka."
"Perbuatan terdakwa juga sangat kejam dengan memasukkan 11 orang ke dalam kamar mandi tanpa lubang ventilasi dan tanpa penerangan kemudian dikunci," jelas dia.
Perbuatan para terdakwa yang memasukkan korbannya ke dalam kamar mandi dianggap Majelis Hakim tidak manusiawi sehingga menyebabkan enam korban mati secara perlahan.
"Selain itu perbuatan para terdakwa menimbulkan luka dan trauma mendalam kepada korban yang masih hidup terutama Anet yang kehilangan keluarganya."
"Sedangkan untuk hal-hal meringankannya tidak ada," ujarnya.
Setelah itu, Gede mempersilakan terdakwa untuk berkonsultasi dengan tim kuasa hukumnya terkait upaya hukum untuk menanggapi tuntutan tersebut.
Setelah berkonsultasi, tim kuasa hukum memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis majelis hakim tersebut.
Tim kuasa hukum terdakwa tidak sependapat dengan Majelis Hakim yang memvonis putusan tersebut dengan pasal pembunuhan berencana.
"Kami merasa keberatan dengan putusan majelis hakim. Kami akan melakukan banding," ucap Djarot Widodo, salah seorang kuasa hukum terdakwa.
"Kalau soal banding itu kan hak, soal putusan perkara bagi terdakwa, kami kuasa hukum juga tidak sependapat dengan pertimbangan majelis hakim," tambah Amudi Sidabutar, kuasa hukum terdakwa.
Putusan atas dasar pembunuhan berencana dinilai Amudi tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada di lapangan.
Menurut Amudi, tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa terdakwa telah merencanakan pembunuhan terhadap enam korbannya.
"Dalam putusan itu dikatakan ada perencanaan pembunuhan sesuai dengan dakwaan primer JPU."
"Padahal faktanya di lapangan terdakwa ini tidak mengenal para korbannya," jelasnya.
Berikut ini cuplikan video tentang sidang tersebut.
(Tribunstyle/ Irsan Yamananda)