Pilkada Jakarta
Saat Debat Final, Ahok Menahan Diri Untuk Tidak Ucapkan Kalimat Ini, Takut Diartikan Macam-macam
Takut diartikan macam-macam, Ahok menahan diri tidak ucapkan kalimat ini saat debat final kandidat gubernur Jakarta. Inilah bunyinya.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNSTYLE.COM - Calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengumpulkan para relawan dan pendukungnya dalam acara #Te2imaKasihPendukungBadja, Sabtu (11/2/2017).
Pada kesempatan itu, Ahok menyampaikan permintaan maaf kepada para relawan, khususnya terkait kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
"Maaf kami juga selama kampanye, kadang kami lagi stress, bisa nyemprot orang juga," kata Ahok di Hotel Pullman.
Menurut dia, hubungannya dengan relawan sempat agak tegang. Terutama ketika relawan mengatur perjalanan kampanyenya.
Contohnya saat ia mengunjungi pemukiman di Pulomas, Jakarta Timur. Relawan memberitahu warga setempat untuk menyambut kedatangan Ahok.
(Baca juga: Capek Debat Lawan Ahok, Sesampai di Rumah Agus Yudhoyono Langsung Kelonan!)
Selain itu, saat di lokasi, banyak relawan atau simpatisan partai politik yang mengawalnya ketika berkampanye.
"Jarak 200 meter saja, jalan 4 jam, saya betul-betul enggak bisa gerak. Ya saya jadi enggak bisa ngomong sama warga juga," kata Ahok.
Akhirnya, Ahok memutuskan mengunjungi warga atau berkampanye tanpa memberitahu relawan.
Selain meminta maaf kepada relawan, Ahok sempat mengeluarkan sejumlah lelucun pada acara tersebut.
Ia misalnya mengatakan, dirinya ingin mengungkap kalimat penutup yang berbeda sebenarnya pada saat debat ketiga atau terakhir Pilkada DKI pada Jumat malam lalu.
(Baca juga: Debat Final Kandidat Gubernur Jakarta, ini Dia Kumpulan Kutipan Paling Jadi Obrolan Netizen)
"Awalnya saya pengin bilang, 'Jangan gara-gara pengin kursi gubernur, kita korbankan masa depan Jakarta. Kalau kamu mau kursi gubernur, suit aja berdua, siapa yang mau dapat (kursi gubernur), gue kasih, gue beli kursi yang baru'. Tapi enggak jadi," kata Ahok sambil tertawa.
Ahok mengatakan, dirinya mulai belajar menahan diri untuk berbicara. Dia memikirkan akibat ke depannya jika dia berbicara seperti itu. (Kurnia Sari Aziza/ Kompas.com )
"Jangan Pilih yang Janjinya Overdosis Tapi Tidak Realistis"
Pengamat sosial Benny Susetyo menilai, masyarakat saat ini sudah cerdas memilih calon kepala daerah.
Masyarakat akan memilih pasangan yang memiliki kompetensi untuk membangun daerah. Publik, kata dia, tak akan memilih Kandidat yang terlalu muluk-muluk memberikan janji.
“Rakyat itu tidak butuh janji yang muluk-muluk, rakyat itu tidak butuh janji yang terlalu overdosis tapi tidak realistis. Rakyat itu akan memilih pemimpin yang memiliki keutamaan,” kata Benny saat diskusi bertajuk ‘Jaga Demokrasi, Tolak Kecurangan dan Kekerasan. Selamatkan Demokrasi, Tolak Korupsi dan Dinasti’ di Jakarta, Minggu (12/2/2017).
Setidaknya, ada tiga keutamaan yang menjadi faktor rakyat memilih seorang kandidat.
Pertama, kandidat itu haruslah seseorang yang memiliki keberanian. Baik itu keberanian dalam menegakkan aturan, memberantas mafia, menata birokrasi yang korup, hingga menegakkan profesionalitas birokrasi.
Kedua, kata dia, kandidat itu memiliki kedekatan dengan masyarakat.
“Hati itu adalah pemimpin yang tidak menjaga image, tidak obral janji, yang mampu peduli kepada mereka yang lemah, yang miskin,” ujarnya.
Terakhir, kandidat itu memiliki orisinalitas dan tidak menonjolkan ‘make up politik’.
Jelang pemilihan, menurut dia, banyak kandidat yang mengobral janji, seakan dirinya mampu melakukan segala hal di luar kemampuan mereka.
Namun, ia mengatakan, masyarakat juga menyadari bahwa setiap kandidat juga memiliki kapasitas dan keterbatasan.
“Dia (kandidat) bukan Superman. Tapi pemimpin yang menganggap dirinya Superman, itu tidak usah dipilih,” tandasnya. (Dani Prabowo/ Kompas.com)