Hari Pahlawan
Inilah Pahlawan Terganteng di Indonesia, Pengorbanan Besar di Balik Wajah Bule-nya
Pierre Tendean adalah satu di antara perwira korban penculikan saat peristiwa 1965 bersama enam jenderal lainnya.
Penulis: Delta Lidina Putri
Editor: Delta Lidina Putri
Laporan Wartawan TribunStyle.com, Delta Lidina
TRIBUNSTYLE.COM - Hari ini tanggal 10 November setiap tahunnya selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan di Indonesia.
Hari ini digunakan untuk mengenang keberanian para pahlawan mengangkat senjata menentang penjajah.
Ada ratusan tokoh yang telah diberi gelar 'Pahlawan' di Indonesia.
Baik itu pahlawan nasional yang diangkat sesuai peraturan yang berlaku maupun pahlawan revolusi, mereka yang gugur saat peristiwa 1965.
Sudahkah kamu hafal dengan dengan semua nama dan wajah pahlawan-pahlawan di Indonesia?
Tak perlu disuruh pun seharusnya kita sudah mengerti kan, guys.
Ada satu pahlawan Tanah Air yang bakal membuatmu melongo jika melihatnya.
Selain keberaniannya saat menjadi intelejen yang menyusup ke Malaysia dan saat menghadapi pasukan Tjakrabirawa, tokoh ini juga dikenal karena kegantengan parasnya.
Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean.
Tentu kamu pernah mendengar nama ajudan Jenderal AH. Nasution ini, kan?
Pierre Tendean adalah satu di antara perwira korban penculikan saat peristiwa 1965 bersama enam jenderal lainnya.
Dikutip dari tokohindonesia.com, menjadi tentara memang sudah menjadi cita-cita pria yang bernama lengkap Pierre Andreas Tendean ini.
Kapten yang lahir tahun 1939 ini adalah anak dari pasangan Dr. A.L Tendean, seorang dokter berdarah Minahasa dan ibunya bernama Cornet M.E, wanita Indo keturunan Perancis.
Oleh karena ada darah Perancis yang mengalir di tubuh Pierre, maka tak heran jika paras bulenya membuat banyak kaum hawa mengidolakannya.
Setelah menyelesaikan SMA-nya di Semarang tahun 1958, dia kemudian masuk ke Akademi Teknik Angkatan Darat di Bandung, yang kini berubah nama menjadi Akademi Militer Jurusan Teknik.
Berkat keuletan dan tekadnya yang kuat, prestasi Pierre semakin meningkat.
Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan adalah pangkat untuk tugas pertamanya setelah menamatkan pendidikan Akmil Jurtek-nya pada tahun 1962.
Sepak terjang Pierre ini berhasil menarik perhatian Jenderal AH. Nasution.
Dan sejak April 1965, dia diangkat menjadi ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Hankam/ Kasab) Jenderal AH. Nasution.
Dalam penculikan peristiwa September 1965, Pierre gugur di usia 26 tahun.
Demi melindungi AH Nasution yang akan diculik, Pierre mengaku jika dirinya adalah sang jenderal.
Kemiripan wajah Pierre dengan Nasution ditambah remang-remangnya cahaya di pagi buta itu membuat pasukan langsung percaya jika Pierre adalah Nasution.
Lalu dia dibawa pergi dan tak pernah kembali.
Usianya yang masih sangat muda saat gugur, membuat keluarga yang ditinggalkannya tak mudah untuk merelakan kepergiannya.
Pierre meninggalkan ayah, ibu, kakak-kakaknya, dan semua kerabat.
Di samping itu dia juga meninggalkan kekasihnya, Rukmini di Deli, Sumatera Utara yang rencananya akan ia lamar dua bulan setelah September.
Pierre Tendean dan Rukmini (sejarahri.com)
Namun sayang kisah cintanya itu tak pernah kesampaian.
Tendean bersama keenam perwira lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Andreas Tendean dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi berdasarkan SK
Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965, tanggal 5 Oktober 1965.