Kemudian, saat menjalani scan MRI, para gamer ditunjukkan serangkaian gambar yang dirancang untuk memancing berbagai tanggapan emosional.
Menggunakan scanner MRI pula, para peneliti mampu mengukur bagian-bagian tertentu dari otak, untuk membandingkan aktivitas dan tanggapan dari gamer dan non-gamer.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan antara dua kelompok, keduanya menunjukkan respon otak mirip dengan gambar.
Dr Szycik mengatakan timnya terkejut dengan temuan mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Psychology.
Dia mengatakan mereka menunjukkan bahwa efek negatif dari video gamekekerasan pada perilaku, hanya bersifat jangka pendek. Tapi, ia menambahkan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan.
Hanya saja Dr Szycik menambahkan, penelitian ini dilakukan pada laki-laki dewasa, bukan pada anak-anak. Sehingga, baiknya orangtua mencegah anak-anak bermain game kekerasan jenis apapun, hingga usia mereka dewasa atau di atas 18 tahun.
Pasalnya, efek jangka pendek dari game kekerasan sangat mungkin ada. Dan anak-anak lebih mudah menyerap apa yang mereka dapatkan dan berisiko memiliki dampak hingga jangka panjang. (TribunStyle.com/*)