Cerita Viral
Merasa Sudah Dekat dengan Kematian, Remaja yang Terlahir tanpa Kulit Ini Enggan Jalani Perawatan
Remaja ini menderita kondisi yang mengancam jiwa setelah divonis mengidap 'Penyakit Kupu-kupu', seperti apa itu penyakitnya?
Penulis: Salma Fenty Irlanda
Editor: Delta Lidina Putri
TRIBUNSTYLE.COM - Jonathan Gionfriddo, seorang remaja asal Stafford Springs, Massachusetts menderita kondisi yang mengancam jiwa setelah divonis mengidap 'Penyakit Kupu-kupu'.
Penyakit ini menyebabkan kulitnya terlepas dari dalam.
Disebut juga epodermolisis bullosa (EB), kasus Jon merupakan salah satu yang terburuk sepanjang sejarah medis.
Meskipun demikian, bocah 17 tahun tersebut enggan menjalani perawatan.
• Ayu Ting Ting Akhirnya Menikah, Ivan Gunawan Berikan Doa Ini

"Penyakit ini menyiksa mental dan fisikku. Aku rapuh di luar karena kelainan kulit, tapi di dalam aku sama lemahnya," tuturnya seperti dilansir TribunStyle.com dari Daily Mail Online, Rabu (31/1/2018).
Dokter mendesak Jon yang selalu menghabiskan empat jam untuk mandi dan membalut kulitnya yang lembut, untuk menjalani perawatan baru yang disinyalir dapat menyembuhkan penderita EB secara drastis.

Ia bersikeras menolak lantaran perlakuan berisiko pasca operasi akan membuatnya berjuang untuk hidupnya.
"Mereka tidak bisa membuat tabung pernapasan sampai ke tenggorokanku. Dan paru-paruku pun roboh. Jadi, mereka akan mencoba menyembuhkanku, tapi di sisi lain paru-paruku akan rusak.
Aku hampir mati, aku sudah dekat dengan kematian.
Jika pengobatannya tidak mengancam jiwa, maka aku pasti akan melakukannya. Tapi, ini semua tidak sebanding dengan risikonya," terang Jon.
Dalam sebuah acara televisi, Jon dipertemukan dengan Charlie Knuth, sesama benderita EB yang parah.
Charlie kini telah berusia 11 tahun dan ditinggalkan oleh kedua orangtuanya sejak lahir lantaran kelainan yang dideritanya.

Namun, ia telah melakukan terapi revolusioner lima tahun bersama ibu angkatnya, Trisha Knuth.
Terapi ini melibatkan penanaman sumsum tulang melalui donor untuk melepaskan sel induk yang menyembuhkan tubuh dari dalam.
Dalam beberapa minggu, kulitnya mulai tampak sembuh.
Dimulai dari kepala dan tubuhnya.
Kulitnya beralih dari setipis kertas tisu yang bahkan tembus pandang, menjadi kulit anak laki-laki normal.
Charlie sekarang juga terlibat dan berharap bisa ambil bagian dalam percobaan pengeditan gen, yang nantinya dapat menawarkan penyembuhan EB.
Meski gugup, kesuksesan pengobatan Charlie telah memotovasi Jon untuk menempuh ribuan mil dan menemui dokter yang memimpin prosedur serupa dengan yang dijalani Charlie.
• Wanita Berenang & Asik Selfie, Tak Sengaja Rekam Momen Horor, Pas Sadar Kakiku Gemetar
Jon telah divonis menderita EB sejak lahir.
"Hari di saat Jonathan lahir benar-benar sibuk. Dokter melihat ada yang tidak beres saat dia kehilangan sedikit kulit di sana-sini, dan aku baru menyadarinya dua minggu setelahnya," kisah Brenda, Ibu Jon.
"Mereka sedang menguji beberapa masalah dan kulitnya benar-benar robek saat tim medis mencoba mengeluarkan sedikit darah dari tubuhnya," lanjutnya.
Ketika mendengar sang putra didiagnosis dengan EB, hati Brenda benar-benar hancur.
"Itu adalah hari terburuk dalam hidupku, karena mereka mengatakan betapa mengerikan hidupnya," kenang Brenda.
Akibat kondisi ini, Jon tidak bisa makan tanpa rasa sakit, tak bisa berjalan tanpa rasa sakit, semuanya akan terasa sakit.

Kisah Jon dan Charlie diabadikan dalam sebuah acara televisi setempat bertajuk 'Anak-anak Tanpa Kulit : Orang Luar Biasa.' (TribunStyle.com/ Salma Fenty Irlanda)